Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberantasan Korupsi Melemah, Busyro Muqoddas: Sekarang KPK Sudah "KW"

Kompas.com - 04/12/2023, 21:11 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Sepak terjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini dinilai tidak sebanding dengan yang terdahulu, terutama setelah revisi undang-undang disahkan dan diterapkan.

Mantan komisioner KPK Busyro Muqoddas menjuluki lembaga antirasuah itu dengan sebutan "KW".

"Bahwa KPK yang dulu yang original. Sekarang KPK yang ini sudah 'KW', entah 'KW' berapa saya enggak tahu. KPK yang lama itu KPK yang ori," kata Busyro melalui webinar dalam diskusi Senja Kala Penguatan KPK yang diselenggarakan Transparency International Indonesia (TII) di Jakarta, Senin (4/12/2023).

Busyro mengatakan, KPK di masa kepemimpinannya melakukan langkah pencegahan dan penindakan berbasis pendekatan integratif.

Baca juga: KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Wamenkumham

Dia mencontohkan kegiatan operasi tangkap tangan (OTT). Saat dia masih menjadi komisioner, KPK produktif dalam melakukan OTT karena mendapat laporan dari masyarakat.

"Kenapa masyarakat lapor? Karena mereka percaya kepada KPK. Dan laporan itu datanya valid," ujar Busyro.

Busyro melanjutkan, saat itu masyarakat percaya dan bersedia membantu karena KPK dianggap memberikan harapan dan menjadi salah satu perangkat penting dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dan demokratisasi dalam negara.

Selain itu, lanjut Busyro, hasil OTT KPK pun selalu dianalisis dan menjadi dasar kebijakan pencegahan buat menutup celah korupsi.

Baca juga: Janji Kembalikan Independensi KPK, Muhaimin: Begitu Jadi Presiden Keluarkan Perppu

"Karena kerja-kerja KPK, OTT misalnya, itu selalu hasil OTT dikembangkan untuk mencari apakah koruptor-koruptor itu main di sektor hulu atau sektor hilir saja. Setelah kita kembangkan dan pengembangannya itu lewat strategi pencegahan yang ofensif," ucap Busyro.

Busyro mengatakan, lewat strategi pencegahan ofensif itu KPK menemukan berbagai data yang valid ternyata terdapat celah korupsi di hulu sebuah sektor karena penerapan payung hukum seperti undang-undang sampai peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

"Aspek hulunya itu memang dirancang dengan Perppu dan sejenisnya yang mengakibatkan terjadinya korupsi di sektor hilir. Jadi hilirisasi korupsi itu dampak semata dari aspek hulu," ujar Busyro yang juga menjabat Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Hikmah Pengurus Pusat Muhammadiyah.

Baca juga: KPK Bidik Wamenkumham dengan Pasal TPPU


Seperti diberitakan sebelumnya, saat ini KPK tengah menjadi sorotan karena Firli Bahuri yang sebelumnya menjabat sebagai ketua diberhentikan sementara karena ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya terkait dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Selain itu, mantan Ketua KPK Agus Rahardjo pekan lalu juga membuat testimoni terkait proses penanganan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Agus dalam program Rosi di Kompas TV mengatakan, Presiden Jokowi sempat memanggilnya ke Istana Kepresidenan. Saat itu, kata Agus, Jokowi murka serta memintanya untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juli 2017.

Pada saat itu Setya Novanto merupakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekaligus politikus Partai Golkar yang merupakan partai koalisi pendukung pemerintah.

Baca juga: KPK dan Polri Teken Kerja Sama Koordinasi dan Supervisi

Akan tetapi, Agus saat itu mengatakan, KPK tidak bisa menghentikan penyidikan karena tidak mempunyai kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Agus mengatakan, setelah itu hubungan KPK dan Presiden Jokowi renggang. Dia menduga hal itu menjadi salah satu pemicu dilakukannya revisi UU KPK.

Meski begitu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno membantah pernah terjadi pertemuan antara Jokowi dan Agus membahas persoalan Novanto.

Baca juga: Bantah Intervensi KPK soal Kasus Setnov, Jokowi: Cek Pemberitaan November 2017

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana juga membantah Presiden Jokowi melakukan intervensi dalam kasus Novanto. Sebab kasus Novanto tetap berjalan dan divonis 15 tahun penjara terkait kasus korupsi e-KTP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com