Mahkamah Kehormatan memutuskan Setya Novanto bersalah, dan ia dilengserkan sebagai ketua DPR RI. Namun, hari yang sama, Novanto menyatakan mengundurkan diri.
Ironinya, Sudirman Said sebagai pembongkar kejahatan, harus mengakhiri pengabdiannya di republik sebagai menteri. Ia justru kena reshuffle pada 27 Juli 2016.
Namun, mengapa baru sekarang Agus Rahardjo memuntahkan pengetahuan dan pengalamannya itu?
Saya menduga keras, barulah ada seorang jurnalis yang bertanya, mendesak dan membujuk Agus Rahardjo untuk membuka tirai yang selama ini ditutupinya.
Di sinilah kehebatan seorang Rosiana Silalahi, Pemimpin Redaksi Kompas TV. Ia mampu mencari narasumber yang tepat secara tematis dan momentum.
Selain dengan naluri tajam, Rosi memang memiliki kehandalan dalam metode untuk menggali dan menemukan jawaban.
Kemungkinan lain, Agus Rahardjo sudah tak tahan melihat pat gulipat permainan hukum di negeri kita ini.
Bisa jadi, Agus Rahardjo berkaca dari kasus Mahkamah Konstitusi yang dipermainkan sedemikian rupa untuk kepentingan kelanjutan kekuasaan. Lalu, Agus baru sadar bahwa lembaganya pun pernah hendak diintervensi kekuasaan.
Apa pun posisi kita melihat alur kisah tentang Setya Novanto tersebut, secara hukum, Presiden Jokowi masih pelik untuk disidik karena ucapan Agus Rahardjo barulah bersifat pernyataan sepihak.
Penegakan hukum harus memegang prinsip evidence must go beyond reasonable doubt.
Sebaliknya, bila pernyataan Agus Rahardjo di kemudian hari bisa terkonfirmasi secara faktual, maka Presiden Jokowi layak tidak tidur nyenyak. Bisa-bisa akan menimbulkan kegaduhan politik yang berujung ke pemakzulan (impeachment).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.