Pada 17 Mei 2016, Setya Novanto terpilih sebagai Ketua Umum dalam Munaslub Partai Golkar di Bali. Ia mengandaskan harapan seorang kader Partai Golkar lainnya, Ade Komaruddin.
Saat-saat itu, santer diberitakan bahwa operator kemenangan Setya Novanto, adalah salah seorang kader Partai Golkar, andalan Presiden Jokowi sendiri.
Hanya beberapa hari setelah terpilih, dengan lantang dan mengagetkan, Setya Novanto mengumumkan ke media bahwa partainya mendukung dan mencalonkan Presiden Jokowi untuk masa jabatan kedua.
Agak mengagetkan pada masa itu, karena Presiden Jokowi baru memangku jabatan presiden dua tahun, tiba-tiba sudah ada yang berpikir untuk periode kedua.
Tentu saja pernyataan Setya Novanto tersebut adalah angin similar lembut yang menyejukkan buat Presiden Jokowi.
Maklum, saat-saat itu, Jokowi baru belajar menguasai panggung. Baru berusaha belajar menjaga keseimbangan dan perimbangan seluruh kekuatan politik di negeri yang dipimpinnya.
Maka, kehadiran Partai Golkar yang memberi jaminan dan bisa dijadikan sekutu abadi, tentu saja berkah bagi Presiden Jokowi. Apalagi, Partai Golkar adalah partai besar. Bukan partai pelengkap penderita.
Lagi pula, kala itu, ada gangguan keleluasaan Jokowi karena ada ketidakharmonisan antara dirinya dengan Megawati bersama PDI-P. Pangkal soal, ada pada Menteri BUMN masa itu, Rini Sumarmo.
Menteri Jokowi ini, adalah sekutu lama Megawati yang menurut kisah, tiba-tiba berlagak dan menjadi orang terdekat Presiden, dan membokongi Megawati. Pada masa-masa itulah muncul istilah “petugas partai.”
Dengan alur kisah ini, bisa saja publik menganggap adanya kemungkinan motif Presiden Jokowi untuk melindungi Setya Novanto.
Setya Novanto dinyatakan tersangka pada 17 Juli 2017. Bila Novanto masuk bui, maka tentu saja konstelasi percaturan pengusungan Jokowi untuk periode kedua, bisa berantakan.
Maka, menurut jalan pikiran ini, Presiden Jokowi memang bisa terganggu dengan langkah-langkah KPK terhadap Setya Novanto.
Kisah belum berakhir sampai di sini. Kita tentu masih ingat cerita tentang “papa minta saham" berkaitan dengan Setya Novanto yang meminta saham Freeport.
Baca juga: Ini Transkrip Lengkap Rekaman Kasus Setya Novanto
Menteri ESDM era tersebut, Sudirman Said, melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan DPR RI pada 16 November 2015.
Sudirman Said memberikan rekaman utuh percakapan Setya Novanto dan seorang pengusaha, Riza Khalid serta Ma’ruf Syamsuddin, Presdir Freeport.