Salin Artikel

Mungkinkah Jokowi Melindungi Setya Novanto?

Khusus kisah tentang kebenaran, sekali pun itu super rahasia dan sensitif yang melibatkan masalah keamanan dan keselamatan publik di dalamnya, lambat atau tidak, pasti terbuka.

Di banyak negara di dunia ini, selalu ada aturan yang membolehkan membuka dokumen yang berkaitan dengan peristiwa masa silam, setelah sekian lama dokumen-dokumen tersebut mengendap tanpa ada yang boleh mengetahuinya.

Dalam wawancaranya dengan Rosi di Kompas TV, ia berkisah pernah dipanggil menghadap ke Presiden Jokowi.

Di situ, katanya, presiden menggelegar, marah, karena KPK tidak menghentikan pengusutan kasus Setya Novanto, mantan Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR RI.

Tirai kisah yang selama ini terselubung, dibuka oleh Agus Rahardjo. Ia seolah berteriak kencang kepada republik ada penggalan kisah tentang pemberantasan korupsi, yang harus diketahui oleh publik.

Dan tokoh yang berkaitan dengan kisah itu, tidak tanggung-tanggung, Presiden Republik Indonesia.

Tentu saja pihak Istana membantahnya dengan alibi, tidak pernah ada dalam catatan administrasi Agus Rahardjo bertemu dengan Presiden Jokowi, yang ketika itu, juga didampingi oleh Mensekneg, Pratikno.

Pratikno mengaku ke media bahwa dirinya sudah lupa dengan kejadian itu.

Belakangan, Jokowi membantah. Ia mengaku memerintahkan Praktikno untuk memeriksa soal pertemuan tersebut. Hasilnya, menurut Jokowi, tidak ada pertemuan seperti yang dijelaskan oleh Agus.

Jokowi juga membantah soal kabar yang menyebutkan dirinya meminta agar kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto pada saat itu dihentikan.

Presiden meminta publik melihat kembali pemberitaan pada November 2017 lalu. Pada saat itu, Jokowi telah meminta agar Setya Novanto menjalani proses hukum hingga akhirnya divonis hukuman 15 tahun penjara.

Saya berusaha tidak memasukkan diri dalam kisah dan bantahan itu. Saya ingin menulis dari aspek kemungkinan saja.

Saya memulai esei dengan pertanyaan dasar: apakah ada sesuatu yang terjadi sehingga Presiden Jokowi bisa ditafsirkan mungkin melindungi Setya Novanto? Untuk pertanyaan ini, ada baiknya kita mundur ke belakang beberapa tahun lalu.

Pada 17 Mei 2016, Setya Novanto terpilih sebagai Ketua Umum dalam Munaslub Partai Golkar di Bali. Ia mengandaskan harapan seorang kader Partai Golkar lainnya, Ade Komaruddin.

Saat-saat itu, santer diberitakan bahwa operator kemenangan Setya Novanto, adalah salah seorang kader Partai Golkar, andalan Presiden Jokowi sendiri.

Hanya beberapa hari setelah terpilih, dengan lantang dan mengagetkan, Setya Novanto mengumumkan ke media bahwa partainya mendukung dan mencalonkan Presiden Jokowi untuk masa jabatan kedua.

Agak mengagetkan pada masa itu, karena Presiden Jokowi baru memangku jabatan presiden dua tahun, tiba-tiba sudah ada yang berpikir untuk periode kedua.

Tentu saja pernyataan Setya Novanto tersebut adalah angin similar lembut yang menyejukkan buat Presiden Jokowi.

Maklum, saat-saat itu, Jokowi baru belajar menguasai panggung. Baru berusaha belajar menjaga keseimbangan dan perimbangan seluruh kekuatan politik di negeri yang dipimpinnya.

Maka, kehadiran Partai Golkar yang memberi jaminan dan bisa dijadikan sekutu abadi, tentu saja berkah bagi Presiden Jokowi. Apalagi, Partai Golkar adalah partai besar. Bukan partai pelengkap penderita.

Lagi pula, kala itu, ada gangguan keleluasaan Jokowi karena ada ketidakharmonisan antara dirinya dengan Megawati bersama PDI-P. Pangkal soal, ada pada Menteri BUMN masa itu, Rini Sumarmo.

Menteri Jokowi ini, adalah sekutu lama Megawati yang menurut kisah, tiba-tiba berlagak dan menjadi orang terdekat Presiden, dan membokongi Megawati. Pada masa-masa itulah muncul istilah “petugas partai.”

Dengan alur kisah ini, bisa saja publik menganggap adanya kemungkinan motif Presiden Jokowi untuk melindungi Setya Novanto.

Setya Novanto dinyatakan tersangka pada 17 Juli 2017. Bila Novanto masuk bui, maka tentu saja konstelasi percaturan pengusungan Jokowi untuk periode kedua, bisa berantakan.

Maka, menurut jalan pikiran ini, Presiden Jokowi memang bisa terganggu dengan langkah-langkah KPK terhadap Setya Novanto.

Kisah belum berakhir sampai di sini. Kita tentu masih ingat cerita tentang “papa minta saham" berkaitan dengan Setya Novanto yang meminta saham Freeport.

Menteri ESDM era tersebut, Sudirman Said, melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan DPR RI pada 16 November 2015.

Sudirman Said memberikan rekaman utuh percakapan Setya Novanto dan seorang pengusaha, Riza Khalid serta Ma’ruf Syamsuddin, Presdir Freeport.

Mahkamah Kehormatan memutuskan Setya Novanto bersalah, dan ia dilengserkan sebagai ketua DPR RI. Namun, hari yang sama, Novanto menyatakan mengundurkan diri.

Ironinya, Sudirman Said sebagai pembongkar kejahatan, harus mengakhiri pengabdiannya di republik sebagai menteri. Ia justru kena reshuffle pada 27 Juli 2016.

Namun, mengapa baru sekarang Agus Rahardjo memuntahkan pengetahuan dan pengalamannya itu?

Saya menduga keras, barulah ada seorang jurnalis yang bertanya, mendesak dan membujuk Agus Rahardjo untuk membuka tirai yang selama ini ditutupinya.

Di sinilah kehebatan seorang Rosiana Silalahi, Pemimpin Redaksi Kompas TV. Ia mampu mencari narasumber yang tepat secara tematis dan momentum.

Selain dengan naluri tajam, Rosi memang memiliki kehandalan dalam metode untuk menggali dan menemukan jawaban.

Kemungkinan lain, Agus Rahardjo sudah tak tahan melihat pat gulipat permainan hukum di negeri kita ini.

Bisa jadi, Agus Rahardjo berkaca dari kasus Mahkamah Konstitusi yang dipermainkan sedemikian rupa untuk kepentingan kelanjutan kekuasaan. Lalu, Agus baru sadar bahwa lembaganya pun pernah hendak diintervensi kekuasaan.

Apa pun posisi kita melihat alur kisah tentang Setya Novanto tersebut, secara hukum, Presiden Jokowi masih pelik untuk disidik karena ucapan Agus Rahardjo barulah bersifat pernyataan sepihak.

Penegakan hukum harus memegang prinsip evidence must go beyond reasonable doubt.

Sebaliknya, bila pernyataan Agus Rahardjo di kemudian hari bisa terkonfirmasi secara faktual, maka Presiden Jokowi layak tidak tidur nyenyak. Bisa-bisa akan menimbulkan kegaduhan politik yang berujung ke pemakzulan (impeachment).

https://nasional.kompas.com/read/2023/12/04/06000071/mungkinkah-jokowi-melindungi-setya-novanto

Terkini Lainnya

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Bus di Ciater Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Bus di Ciater Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke