Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara Pemohon sampai Kubu Prabowo-Gibran Usai MK Tolak "Gugatan Ulang" Syarat Usia Capres-Cawapres

Kompas.com - 01/12/2023, 10:09 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak "gugatan ulang" terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) menuai beragam tanggapan.

MK memutuskan menolak perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 tentang uji materi dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya berubah oleh Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial dalam sidang pada Rabu (29/11/2023) lalu.

Dengan putusan itu, MK tetap dengan pendiriannya tetap membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, asalkan pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Putusan sebelumnya memberi jalan bagi Gibran Rakabuming Raka buat ikut serta sebagai calon wakil presiden dalam kontestasi Pilpres 2024.

Baca juga: MK: Revisi Masa Jabatan dan Usia Tak Bisa Berlaku untuk Hakim Konstitusi yang Menjabat

Hakim MK Enny Nurbaningsih dalam pertimbangannya menyatakan, meski Ketua MK sebelumnya, Anwar Usman, dinyatakan melakukan pelanggaran etika berat dalam penyusunan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, tetapi tak membuat putusan itu dapat disidangkan ulang dengan majelis hukum yang berbeda.

Dia mengatakan, dalam Undang-Undang MK menegaskan putusan lembaga itu bersifat final dan mengikat.

Sejumlah pihak memberi tanggapan beragam terkait putusan itu.

Pengacara pemohon perkara ini, Viktor Santoso Tandiasa, khawatir argumentasi ini kelak dipakai untuk menjustifikasi putusan-putusan MK yang terdapat pelanggaran etik di masa depan.

Baca juga: Tolak Gugatan Usia Capres-Cawapres, MK Dinilai Inkonsisten dan Tak Bertanggung Jawab

"Itu kemudian dibiarkan artinya dimaklumi, atau bahkan dianggap biasa karena putusan MK sifatnya final dan mengikat. Padahal konflik kepentingan dan intervensi dari luar itu terjadi sebelum putusan. Nah, ketika sudah diputus, putusan dinyatakan final dan mengikat lalu kemudian tidak bisa dikoreksi," kata Viktor usai sidang pembacaan putusan, Rabu (29/11/2023).

"Itu akan menjadi berbahaya karena artinya ke depan bisa saja semua putusan MK itu diputus dengan adanya pelanggaran etik terus, karena apa, karena ya sudah biarkan saja, toh juga pelanggaran etik dilakukan sebelum putusan diputus. Begitu putusannya diputus maka itu dianggap, pelanggaran etik, tidak bisa melalui putusan pengadilan," ujarnya lagi.

Viktor mengaku khawatir situasi tersebut dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggung jawab dalam putusan-putusan MK ke depan, termasuk dalam hal sengketa atau perselisihan hasil pemilihan umum (pemilu).

Baca juga: Timnas Amin Berharap Revisi UU MK Ditunda Hingga Akhir Pemilu 2024


"Menjadi kekhawatiran karena nanti MK bisa menempatkan diri pada kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, yang sebelumnya berlaku hanya ke KPU (Komisi Pemilihan Umum), ini juga nanti bisa dikaitkan bisa juga untuk MK, karena ini sifatnya terstruktur," katanya.

Secara terpisah, pakar hukum tata negara Feri Amsari turut mengkritik putusan MK terkait "gugatan ulang" itu. Dia menilai sikap MK membingungkan karena alasan yang dikemukakan kembali mengangkat persoalan open legal policy terkait pasal yang diperkarakan.

“Kalau MK berbenturan dengan dinding politik tinggi, MK lari dari tanggung jawab, menafsirkan undang-undang itu konstitusional atau dengan cara menyatakan ini open legal policy. Ini sudah penyakit MK berulang ulang kali,” kata Feri seperti dikutip dari program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV pada Kamis (30/11/2023).

Feri menilai putusan dan sikap MK yang membingungkan justru menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga itu.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Ulang Usia Capres-cawapres, Pelapor Khawatir Kasus Anwar Usman Berulang

Halaman:


Terkini Lainnya

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com