JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim konstitusi Anwar Usman tak henti-hentinya melakukan perlawanan usai dicopot dari kursi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Anwar diberhentikan sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam persidangan, Selasa (7/11/2023). Ia dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat dalam penanganan uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
MKMK menyatakan bahwa adik ipar Presiden Joko Widodo itu telah membuka ruang intervensi dalam menangani perkara uji materi syarat capres-cawapres.
Seolah tak terima atas pemberhentian dirinya, Anwar melancarkan “serangan” balik. Ia merasa difitnah, bahkan menggugat Ketua MK baru ke pengadilan.
Sehari setelah dicopot dari Ketua MK, Anwar memberikan keterangan kepada awak media. Ada 17 poin keterangan yang Anwar sampaikan, di mana ia menyebut kata "fitnah" sedikitnya 8 kali.
"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum," kata Anwar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).
Baca juga: MK: Anwar Usman Tak Ikut Putus Gugatan Ulang Usia Capres-cawapres
Anwar justru mengeklaim, ia mendapat informasi soal skenario politisasi dengan menjadikan dirinya objek dalam putusan MK tersebut, termasuk soal rencana pembentukan MKMK.
"Namun, meski saya sudah mendengar ada skenario yang berupaya untuk membunuh karakter saya, tetapi saya tetap berbaik sangka, berhusnuzon, karena memang sudah seharusnya begitulah cara dan karakter seorang muslim berpikir," ucapnya.
Anwar pun membantah bahwa melalui uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, ia berupaya meloloskan bakal capres-cawapres tertentu.
"Saya tidak akan mengorbankan diri saya, martabat saya, dan kehormatan saya, di ujung masa pengabdian saya sebagai hakim, demi meloloskan pasangan calon tertentu," ujar Anwar.
"Bahkan ada yang tega mengatakan MK sebagai 'Mahkamah Keluarga', masya Allah, mudah-mudahan diampuni oleh Allah SWT," lanjutnya.
Anwar kembali menegaskan bahwa uji materi syarat usia capres-cawapres di MK menyangkut norma, bukan kasus konkret. Pengambilan putusan, kata dia, harus dilakukan secara kolektif kolegial oleh 9 hakim konstitusi, bukan ketua semata.
Baca juga: MK Bacakan Putusan “Gugatan Ulang” Usia Capres-Cawapres pada 29 November 2023
Ia juga menekankan, pada akhirnya, yang menentukan presiden dan wakil presiden terpilih adalah rakyat dengan hak pilihnya.
"Saya tidak pernah berkecil hati sedikit pun, terhadap fitnah yang menerpa saya, namun fitnah keji yang menerpa saya, bahwa saya memutus perkara tertentu berdasarkan kepentingan pribadi dan keluarga, hal itulah yang harus diluruskan," tuturnya.
Dua hari setelah Anwar dicopot, hakim konstitusi Suhartoyo terpilih sebagai Ketua MK yang baru. Nama Suhartoyo disepakati melalui musyawarah mufakat sembilan hakim konstitusi dalam rapat pleno tertutup sebagai mekanisme pertama pemilihan pimpinan MK, Kamis (9/11/2023).