Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Saksi Kasus Wali Kota Bima, Pj Gubernur NTB Mengaku Ditanya Penyidik KPK soal IUP

Kompas.com - 21/11/2023, 21:09 WIB
Syakirun Ni'am,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariandi mengaku dicecar tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penerbitan izin usaha usaha pertambangan (IUP) operasi khusus PT Tukad Mas.

Adapun Gita dipanggil sebagai saksi dugaan korupsi Wali Kota Bima Muhammad Lutfi yang menjadi tersangka dugaan gratifikasi dan pemborongan proyek.

“Kira-kira pertanyaan terkait substansi bagaimana proses penerbitan izin dari izin usaha pertambangan operasi khusus PT Tukad Mas,” kata Gita saat ditemui awak media usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2023).

Baca juga: KPK Sebut Pj Gubernur NTB Minta Pemeriksaan sebagai Saksi Kasus Wali Kota Bima Ditunda

Gita mengaku, saat izin tambang itu diterbitkan ia tengah menjabat sebagai Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) NTB.

Gita mengaku menerbitkan IUP tersebut sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang berlaku. Izin baru keluar setelah ada peraturan teknis dari Dinas Teknik.

Adapun PT Tukad Mas bergerak di bidang pertambangan batu.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai apakah Lutfi ada di dalam struktur perusahaan itu, Gita tidak menjawab dengan gamblang.

“Saya ditanya hanya seputaran tadi proses perizinan. Saya jawab sesuai kompetensi saya selaku kepala dinas perizinan,” tutur Gita.


Gita mengaku izin tersebut diterbitkan pada 2 Oktober 2019. Kemudian, pada 19 Desember tahun yang sama ia menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB.

Setelah itu, ia mengaku tidak mengikuti perkembangan perusahaan tersebut. namun, ia mengklaim proses izin itu berlangsung dengan aman.

“Aman, sesuai dengan SOP. Ada pertimbangan teknis dari dinas teknis yaitu dinas ESDM,” kata Gita.

Lutfi ditahan KPK pada Kamis (5/10/2023) karena diduga menerima gratifikasi dan mengkondisikan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Bima bersama keluarga intinya.

Lutfi memulai dengan meminta dokumen sejumlah proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima.

Baca juga: Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariandi Penuhi Panggilan KPK

Selanjutnya, Lutfi memerintahkan sejumlah pejabat di Dinas PUPR dan BPBD menyusun berbagai proyek dengan nilai anggaran besar.

Lelang kemudian dijalankan hanya sebagai formalitas karena Lutfi menunjuk sendiri kontraktor yang menjadi pelaksana proyek. Padahal, perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat.

Dengan mengondisikan proyek itu, Lutfi diduga menerima setoran dari para kontraktor dengan jumlah hingga Rp 8,6 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com