JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 17 polisi yang disebut telah pensiun pada hari pemungutan suara 14 Februari 2024, tak masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di Nusa Tenggara Barat.
Dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Penetapan DPT Pemilu 2024, Minggu (2/9/2023) diketahui bahwa mereka berdomisili di Mataram.
Hasil pemutakhiran data pemilih, para polisi itu disebut tidak punya atau tidak dapat menunjukkan surat keterangan (SK) bahwa dirinya telah pensiun.
"Awalnya datanya sudah dimasukkan ke dalam DPT," kata Koordinator Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi KPU NTB, Syamsuddin.
Baca juga: 16.000 Pekerja Datang ke IKN, Hanya 304 yang Masuk DPT Pemilu 2024
KPU Mataram berencana mempertahankan polisi itu di dalam DPT. Sebab, 8 polisi sudah pensiun saat penyusunan DPT dilakukan dan 9 polisi lainnya akan pensiun per Desember 2023.
Itu berarti, hak pilih mereka semua akan pulih pada hari pemungutan suara 14 Februari 2024.
Namun, dalam rapat pleno di tingkat provinsi, KPU NTB mengeklaim mendapatkan saran perbaikan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mencoret mereka karena ketiadaan SK itu.
Hal ini sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menggunakan pendekatan de jure dalam pemutakhiran daftar pemilih.
Baca juga: Fakta Unik DPT Pemilu 2024, Salah Satunya Pemilih dengan Nama 1-2 Huruf
Dengan pendekatan de jure, maka untuk memasukkan atau mengeluarkan seseorang dari daftar pemilih di TPS tertentu, dibutuhkan dokumen absah yang menyatakan pemilih itu memang berhak mencoblos atau tidak.
"Sehingga dikeluarkan," kata Syamsuddin.
Hal ini memancing adu mulut antara perwakilan Bawaslu yang datang di Rapat Pleno Terbuka kemarin dengan KPU.
Bawaslu mengaku tak pernah memberi rekomendasi tersebut.
Baca juga: KPU Bakal Tandai Pemilih yang Meninggal pada DPT Tercetak di TPS
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kemudian memberi solusi. Menurutnya, apa pun yang terjadi, 17 polisi itu sudah kadung dikeluarkan dari DPT Pemilu 2024.
Hal itu, kata dia, seharusnya tidak boleh terjadi karena itu berarti negara telah menghilangkan hak pilih seseorang.
Hasyim menyarankan agar 17 polisi itu diakomodasi hak pilihnya dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.