Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudi Hartono
Penulis Lepas dan Peneliti

Penulis lepas dan pendiri Paramitha Institute

Tragedi Kelaparan di Tanah Kaya Sumber Daya

Kompas.com - 07/11/2023, 10:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun, angka kemiskinan ekstrem di pulau Papua masih menjulang tinggi: Papua (7,26 persen), Papua Tengah (11,62 persen), Papua Selatan (3,98 persen), dan Papua Pegunungan (16,50 persen).

Jangan lupa juga, meski Papua sangat kaya-raya, angka stuntingnya mencapai 34,6 persen pada 2022. Artinya, 1 dari 3 anak Papua menderita stunting.

Mengapa kekayaan alam yang melimpah tak memberi kemakmuran terhadap rakyat Papua?
Pertama, pendekatan eksploitasi sumber daya alam yang bertumpu pada model ekstraktivisme, yaitu eksploitasi sumber daya alam untuk dijual dalam bentuk bahan mentah ke pasar global.

Ekstraktivisme mengandalkan akuisisi lahan berskala luas, mulai dari mengalihfungsikan kawasan hutan dan pertanian hingga perampasan tanah rakyat. Dalam banyak kasus, ekstraktivisme di Papua berarti penyingkiran dan marginalisasi warga asli.

Data Global Forest Watch menyebutkan, Papua kehilangan 641.400 hektare hutannya sepanjang 2001 hingga 2020. Dengan perincian, Provinsi Papua kehilangan 438.000 hektare hutan, sedangkan Papua barat kehilangan 203.000 hektare.

Yang terjadi, ekspansi ekonomi ekstraktif bukan hanya menyingkirkan orang Papua dari tanahnya, tetapi juga mengacaukan sistem pangan yang sudah diwarisi turun-temurun dan sebagian besar subisten.

Situasi ini diperparah isu penjajahan pangan atau gastronomi, yaitu gelontoran pangan impor/dari luar berkualitas rendah dan instan, seperti indomie dan minuman pemanis.

Di media sosial, gastrokolonial dirayakan ketika seorang anak Papua menukar hasil bumi dengan mie instan.

Kedua, ketergantungan pada ekstraktivisme, yang oleh ekonom Faisal Basri disebut “ekonomi yang mengandalkan otot ketimbang otak”, tidak peduli dengan pembangunan sumber daya manusia.

Angka buta huruf usia 15 tahun ke atas di Papua masih mencapai 18,81 persen pada 2022, merupakan yang tertinggi di Indonesia dan jauh dari rata-rata nasional yang hanya 3,65 persen pada tahun yang sama.

Angka partisipasi kasar di semua jenjang pendidikan di Papua merupakan yang terendah di Indonesia. Data dari akademisi Universitas Papua, Agus Sumule, sebanyak 407.546 warga Papua usia sekolah tidak melanjutkan pendidikan.

Ketiga, ekstraktivisme, yang melekat dengan perburuan rente dan kapitalisme kroni, melahirkan institusi politik yang rapuh dan korup.

Institusi yang rapuh dan korup tidak bisa diharapkan berfungsi efektif untuk melayani kepentingan rakyat Papua dan responsif terhadap isu-isu dari bawah.

Tentu saja, institusi yang rapuh dan korup juga menjadi biang masalah mengapa banyak persoalan rakyat Papua, seperti tragedi kelaparan yang berulang, kurang terespons dan terkelola dengan baik.

Situasi itu diperkeruh dengan pendekatan pemerintah pusat yang seakan meniru cara Hindia-Belanda: merangkul elite-elite lokal. Salah satu bentuknya: gelontoran dana yang sangat besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Nasional
Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Nasional
Prabowo Klaim Serasa Kubu 'Petahana' saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Prabowo Klaim Serasa Kubu "Petahana" saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Nasional
Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangkan Pilpres

Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangkan Pilpres

Nasional
Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Nasional
[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta 'Uang Pelicin' ke Kementan

[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta "Uang Pelicin" ke Kementan

Nasional
Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com