"Syahdan, "idu geni" istilah yang acapkali disematkan pada putusan Mahkamah telah ditorehkan sebagaimana termaktub dalam amar dan pertimbangan hukum putusan ini. Artinya, melalui putusan a quo Mahkamah sejatinya hendak menyatakan bahwa dalam perkara a quo, yakni dalam kaitannya dengan pemilu Presiden dan Wakil Presiden, prinsip memberi kesempatan dan menghilangkan pembatasan harus diterapkan dengan jalan membuka ruang kontestasi yang lebih luas, adil, rasional, dan akuntabel kepada putera-puteri terbaik bangsa,…."
Kutipan "idu geni" dalam pertimbangan hukum MK tidaklah dimaksudkan sebagai semata sifat mengikatnya amar putusan.
Semua orang sudah pada kesadaran yang sama sebagaimana ketentuan konstitusi bahwa amar putusan MK bersifat final and binding.
"Idu geni" dimaksudkan bahwa tafsir konstitusi sebagai mandat konstitusional dalam pertimbangan hukum Mahkamah, baik berupa ratio decidendi maupun obiter dicta yang menjadi alasan pokok dalam melahirkan amar putusan juga mengikat secara hukum dan bernilai sebagai kaidah hukum. Bahkan, ia mengikat untuk masa depan.
Tafsir MK bersifat final (ultimate intepretation) yang mengakhiri segala polemik tafsir yang ada sebelumnya. Suka atau tidak suka, atas nama dan demi hukum, semua pihak tanpa kecuali tunduk pada tafsir MK.
Sehingga jelaslah bahwa apapun pernyataan MK di dalam putusan, termasuk pertimbangan hukum, haruslah dipandang sebagai pernyataan MK untuk to say what the law is, seperti kata John Marshall.
Juga menegaskan pernyataan Charles Evans Hughes, the Constitution is what the judges say it is.
Di antara tafsir konstitusional MK yang menjadi "idu geni" dalam pertimbangan putusan 90/2023 yang harus dicatat sebagai pendirian baru Mahkamah adalah:
Pertama, "pembatasan usia minimal calon Presiden dan Wakil Presiden 40 tahun semata (an sich), menurut Mahkamah merupakan wujud perlakuan yang tidak proporsional sehingga bermuara pada terkuaknya ketidakadilan yang intolerable".
Kedua, "menurut Mahkamah, pada prinsipnya syarat usia dalam kandidasi Presiden dan Wakil Presiden harus memberikan kesempatan dan menghilangkan pembatasan (to give opportunity and abolish restriction) secara rasional, adil, dan akuntabel."
Ketiga, "Bahwa dalam batas penalaran yang wajar, setiap warga negara memiliki hak pilih (right to vote), dan seharusnya juga memiliki hak untuk dipilih (right to be candidate), termasuk hak untuk dipilih dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden".
Keempat, Mahkamah dalam pertimbangan hukumnya juga menstressing satu pernyataan penting, yaitu "Dengan demikian, tafsir konstitusional dalam putusan a quo mengesampingkan putusan yang dibacakan sebelumnya dalam isu konstitusional yang sama, dan putusan a quo selanjutnya menjadi landasan konstitusional baru…"
Dengan dasar pertimbangan hukum yang bersifat "idu geni" tersebut dengan sendirinya Mahkamah telah mengubah pendiriannya dalam pertimbangan hukum uji materi ambang batas Capres-Cawapres.
Pembatasan hak politik akibat ambang batas Capres-Cawapres yang sebelumnya dikatakan MK sebagai torelable berubah menjadi intorelabel dalam uji materi usia minimal Capres-Cawapres.
Jika Mahkamah dalam berbagai putusan uji materi ambang batas Capres-Cawapres mengatakan belum bisa mengubah pendiriannya, maka dengan Putusan 90/2023 haruslah dimaknai sebagai telah berubahnya pendirian MK.
Sehingga konsekuensi hukum yang bersifat "idu geni" dari putusan 90/2023, mengikat MK untuk wajib mengabulkan permohonan baru yang menghendaki 0 persen ambang batas Capres-Cawapres.
Hal tersebut telah secara terang dan nyata bertentangan dengan konstitusi karena berakibat pada pembatasan hak politik yang intorelable, sebagaimana mandat konstitusional dalam pertimbangan hukum putusan 90/2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.