Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yadi Surya Diputra
Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelora Indonesia

Yadi Surya Diputra adalah peneliti di bidang ilmu sosial politik dan pemerintahan. Pendiri sekaligus Direktur Eksekutif dari Open Parliament Institute yang konsen dengan isu Open Government and Parliament.

"Idu Geni", Putusan MK, dan Runtuhnya Ambang Batas Capres-Cawapres

Kompas.com - 01/11/2023, 15:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JAGAD negeri gempar dengan putusan Mahakamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut menciptakan polemik di tengah masyarakat, banyak kalangan menilai ada kejanggalan, baik secara formil maupun materil dari putusan.

Putusan MK memberikan ketentuan tambahan alternatif pada pasal 169 q UU Pemilu, yaitu pengalaman pernah atau sedang menjabat dalam jabatan yang dipilih melalui pemilu dan pilkada untuk syarat usia minimal Capres dan Cawapres.

Polemik tersebut kini sedang disidangkan oleh Mahkamah Kehormatan MK. Putusan Mahkamah Kehormatan penting tidak saja bagi marwah Majelis Hakim dan kelembagaan MK, tetapi juga bagi legitimasi proses Pemilihan Presiden.

Apa yang legal secara hukum, belum tentu legitimate dalam pandangan publik. Legitimasi meski tidak berpengaruh pada legalitas putusan, namun penting karena terkait kepercayaan yang berakibat pada kepatuhan dan penerimaan masyarakat.

Tulisan ini tidak sedang membahas ataupun membantah berbagai kritik publik, juga tidak untuk membela putusan MK.

Tulisan ini dimaksudkan untuk merayakan kemenangan atas apa yang menjadi pertimbangan hukum MK dalam membangun argumentasi hukum dari amar putusan.

Rasanya terlalu sempit menempatkan putusan MK yang bersifat erge omnes (mengikat semua warga negara), jika hanya dikaitkan dengan benefit bagi orang perorang, ataupun jika hanya dihubungkan dengan pelaksanaan Pilpres 2024 saja.

Penulis memandang Putusan MK tersebut memiliki konsekuensi logis dan hukum yang sangat luas bagi perbaikan sistem pemilu ke depan.

Pertimbangan hukum sebagai tafsir konstitusional MK dalam putusan 90/PUU-XXI/2023, telah meruntuhkan benteng kokoh yang selama ini membatasi hak politik dan akses warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan melalui Pilpres.

Posisi Capres dan Cawapres yang selama ini bak menara gading yang tak mungkin bisa direngkuh warga negara kini terbuka lebar.

Pembatasan hak politik untuk menjadi Capres/Cawapres bertentangan dengan kehendak konstitusi, adalah kata kunci dari putusan MK 90/2023.

Inilah yang penulis maksud pesta merayakan kemenangan, merayakan kemenangan atas bergesernya pendirian tafsir konstitusi Mahkamah dalam pertimbangan hukum yang berakibat luas.

Runtuhnya ambang batas capres-cawapres

Dengan berpegang pada mandat konstitusional dalam tafsir konstitusi Mahkamah pada pertimbangan hukum Putusan 90/2023, maka Mahkamah telah mengikat diri sebagai addressat untuk konsisten menggunakan pertimbangan hukum yang sama dalam menguji konstitusionalitas ambang batas Capres-Cawapres (Presidential Threshold).

Sejak berlakunya UU 7/2017 tentang Pemilu, tercatat ada 23 putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi presidential threshold. Jika dirunut sejak 2004, maka sudah ada 32 putusan MK terkait permohonan yang sama.

Dari berbagai permohonan uji materi terhadap ambang batas Capres-Cawapres tersebut, setidaknya ada dua isu konstitusionalitas yang diajukan oleh para pemohon.

Pertama, ambang batas presiden adalah bentuk pembatasan hak politik yang membuat pilihan rakyat dibatasi sehingga rakyat menjadi apatis.

Hukum atau UU Pemilu sejatinya harus memfasilitasi munculnya calon pemimpin alternatif agar persaingan semakin meningkat. Termasuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemimpin.

Pembatasan hak politik tersebut bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 D ayat (3) yang berbunyi "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan".

Pasal tersebut adalah pasal sama yang dijadikan batu uji dalam permohonan usia minimal Capres/Cawapres.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com