Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ungkap "Selintutan" di Penegakan Hukum, Mahfud: Kalau Enggak Nyuap, Enggak Jalan

Kompas.com - 25/10/2023, 16:30 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan bahwa sistem penegakan hukum masih semrawut di Indonesia.

Ia lantas bercerita mengenai pertemuannya dengan beberapa investor yang hendak menanamkan modal di dalam negeri. Para investor menyinggung soal bobroknya penegakan hukum dan birokrasi di dalam pemerintahan.

"Soal penegakan hukum, oke, lah, kalau penegakan hukum itu kadang kala masalahnya adalah terjadi selintutan (bermain). Korupsi, sehingga ada investor bilang kepada saya, 'Pak, katanya di Indonesia ini yang rusak itu penegakan hukum dan birokrasinya'," kata Mahfud dalam acara Konferensi Hukum Nasional di Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2023).

Mahfud mengatakan, investor itu mengungkapkan sulitnya membangun proyek jika tidak melakukan praktik suap agar jalan yang ditempuh lebih mulus.

Baca juga: Prabowo-Gibran Daftar ke KPU, Mahfud: Biasa Saja, Bagus

Namun, jika upaya suap tercium, para pengusaha yang disalahkan dan berpotensi mendekam di jeruji besi.

Adapun penyuapan itu biasanya dilakukan ketika izin usaha belum kunjung keluar.

"Banyak sekali (penyuapan), misalnya ada seseorang mau membangun pabrik baterai di Padang sampai dua tahun izinnya enggak keluar. Sementara yang baru-baru keluar kalau sudah bicara lewat di balik pintu. Saya kira itu yang harus kita bicarakan," ujar Mahfud.

"Jadi, kalau orang ndak nyuap, ndak jalan. Kalau nyuap, kalau ketahuan, dipenjarakan. Dibilang dia nyuap, padahal dia sebenarnya diperas," katanya lagi.

Selain praktik penyuapan, Mahfud mengungkapkan, bobroknya penegakan hukum di Indonesia terlihat ketika aparat penegak hukum justru meloloskan pihak-pihak yang bersalah.

Ia memberi contoh, dalam kasus PT Duta Palma, Mahkamah Agung (MA) justru memangkas hukuman uang pengganti bos PT Darmex Group dan PT Duta Palma, Surya Darmadi menjadi hanya Rp 2 triliun.

Padahal, dalam putusan tingkat pertama dan banding, Surya Darmadi harus membayar uang pengganti sebesar Rp 42 triliun atas penyerobotan tanah milik negara berupa lahan kelapa sawit seluas 37.095 hektar di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, selama 22 tahun.

Baca juga: Mahfud Kini Optimistis dengan MKMK karena Salah Satunya Ada Jimly Asshiddiqie

Mahfud mengungkapkan, uang pengganti senilai Rp 42 triliun itu dihitung oleh pakar dalam konteks kerugian perekonomian negara sesuai Undang-Undang.

"(Uang pengganti senilai Rp 42 triliun) itu dikabulkan oleh pengadilan, betul perhitungannya. Pak Febrie Adriansyah (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus), betul. Pengadilan mengabulkan, putus. Tapi, di MA dipotong, enggak ada ini kerugian keuangan negara, yang benar hanya Rp 2 triliun, turun lagi," ujar Mahfud.

Begitu pula dalam kasus Indosurya yang membuat bos perusahaan tersebut bebas atas kasus penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.

Namun, dalam kasus ini, Mahfud sempat meminta pihak kepolisian untuk mengusutnya kembali.

"Saya bilang bersama Pak Kabareskrim, kejar lagi dari kasus lain, kita sambil kasasi. Diputus 18 tahun (penjara) dan (denda) Rp 12 triliun, semula bebas murni di pengadilan. Nah, yang begini-begini kita harus sepemahaman dalam proses hukum kalau ingin menyelamatkan negara ini," kata Mahfud MD.

Baca juga: KPU: Gibran Jadi Cawapres Prabowo walau PDI-P Usung Ganjar-Mahfud, Tak Masalah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com