"PDI-P tersandera oleh Jokowi, misalnya terkait kasus Harun Masiku, jika PDI-P membuat perlawanan bisa saja Jokowi bongkar kembali kasus Harun Masiku," sambung dia.
Baca juga: Manuver Gibran dan Ujian Kepemimpinan PDI-P Jaga Militansi Kader
Dedi menuturkan, hal tersebut sebagaimana yang terjadi pada Partai Nasdem dan juga hampir terjadi di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan Ketua Umumnya Muhaimin Iskandar hingga bakal capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan terkait kasus Formula E.
Selain itu, menurutnya PDI-P tidak ingin timbulkan opini Jokowi dipecat.
"Karena bisa dimanfaatkan Jokowi sebagai tokoh yang diperlakukan sewenang oleh PDI-P. Itulah sebab PDI-P lunak, karena ingin ciptakan opini sebagai korban pengkhianatan Jokowi dan Gibran," nilai Dedi.
Akan tetapi, PDI-P semestinya mencermati bahwa posisi Jokowi adalah seorang Presiden yang tengah berkuasa.
Sehingga, PDI-P harus menghitung dengan cermat setiap langkah atau tindakan yang diambil menanggapi dinamika politik manuver keluarga Jokowi.
Baca juga: Gibran Tak Datang Deklarasi Cawapres Prabowo, Diduga buat Tekan Gejolak Jokowi dan PDI-P
"Karena perang terbuka dengan Presiden tentu kalah kekuatan. Alternatif yang bisa dijalankan, perang propaganda," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai PDI-P tidak punya alasan lain selain memecat Gibran.
Ini jika berkaca dari pemecatan Budiman Sudjatmiko atas langkah mendukung Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024.
Menurutnya, ada hal yang bisa mendelegitimasi kredibilitas PDI-P yang selama ini dinilai sebagai partai ideologis, loyal dan militan jika tetap membuka ruang negosiasi pada Gibran.
"Jika PDI-P lunak pada Gibran, maka kebesaran nama PDI-P akan terkoreksi. PDI-P akan dicatat sebagai partai yang pragmatis dan gamang untuk bernegosiasi dengan kekuasaan yang saat ini dikendalikan oleh keluarga Jokowi," ucap Umam kepada Kompas.com, Senin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.