JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak tiga gugatan uji materi syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Tiga gugatan tersebut menyoal Pasal 169 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Gugatan nomor 102/PUU-XXI/2023 dimohonkan oleh tiga warga sipil bernama Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro, dengan menyertakan 98 advokat.
Mereka ingin MK mengubah Pasal 169 huruf d UU Pemilu, supaya melarang pelanggar hak asasi manusia (HAM) maju sebagai capres.
Dalam petitum gugatannya, para pemohon meminta supaya larangan itu berbunyi "tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM berat, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya."
Baca juga: MK Tak Terima Semua Gugatan soal Usia Maksimal Capres-Cawapres
Namun, MK menolak gugatan tersebut lantaran dianggap tidak beralasan menurut hukum. Mahkamah menganggap, tidak ada penjelasan rinci terkait kasus pelanggaran HAM berat yang diajukan pemohon.
"Menyatakan permohonan pemohon ditolak seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman disusul ketukan palu dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).
Dalam persidangan yang sama, Mahkamah juga menyatakan gugatan nomor 107/PUU-XXI/2023 tidak dapat diterima. Dalam gugatan ini, pemohon yang merupakan warga sipil bernama Rudy Hartono ingin MK membatasi usia capres-cawapres yang diatur dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu
Rudy meminta supaya capres-cawapres yang ikut kontestasi berusia tidak lebih dari 70 tahun. Ia menilai, pengaturan usia maksimum ini tak terpisahkan dari syarat lain pengajuan capres-cawapres, yaitu mampu secara jasmani dan rohani.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Pelanggar HAM Tak Bisa Maju Capres
Sejalan dengan Rudy, pemohon perkara 102/PUU-XXI/2023 dalam petitumnya juga meminta MK membatasi usia capres-cawapres maksimal 70 tahun.
Namun, MK menyatakan tidak dapat menerima gugatan tersebut karena dinilai kehilangan objek permohonan. Pasalnya, Pasal 169 huruf q UU Pemilu telah lebih dulu digugat dan dikabulkan oleh MK lewat putusan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan yang diketuk pada 16 Oktober 2023 itu membuka peluang buat seseorang yang belum berusia 40 tahun maju sebagai capres-cawapres jika punya pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat negara lain yang dipilih melalui pemilu.
"Menyatakan permohonan para pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tidak dapat diterima," ucap Anwar Usman.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Syarat Maju Capres Maksimum 2 Kali
Masih dalam persidangan yang sama, MK juga menolak gugatan nomor 104/PUU-XXI/2023. Gugatan ini dimohonkan oleh Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Gulfino Guevaratto.
Ia meminta MK membatasi kesempatan seseorang maju sebagai capres atau cawapres hanya 2 kali, melalui perubahan Pasal 169 huruf n UU Pemilu.
Menurut pemohon, kesempatan maju sebagai capres atau cawapres perlu dibatasi karena itu adalah tindakan yang mencerminkan etika dan kenegarawanan. Hal ini dinilai penting demi memberi kesempatan kepada pihak lain untuk berkontestasi.