“Saya sudah kasih contoh tadi, bagaimana Nabi Muhammad mengangkat seorang panglima perang umurnya belasan tahun. Lalu, Muhammad Alfatih yang melawan kekuasaan Byzantium, mendobrak Konstantinopel, sekarang menjadi Istanbul, usianya berapa? 17 tahun,” ujarnya.
Anwar juga mencontohkan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak yang mengemban jabatan di usia 42 tahun. Ada juga pemimpin di sejumlah negara lain yang usianya masih terbilang muda.
Meski demikian, Anwar enggan pernyataannya ini dikaitkan dengan putusan MK. Dia bilang, ini hanya pendapat pribadi.
“Sekali lagi saya tidak mau berbicara lebih jauh mengenai batas usia capres-cawapres, tunggu putusan MK. Itu pendapat pribadi yang tentu saja bukan hanya adinda saja yang berpendapat seperti itu,” katanya.
Anwar menambahkan, apa pun putusan MK ke depan, pasti akan muncul pro dan kontra. Dia menyebut, putusan MK tak bisa menyenangkan semua pihak.
“Sampai kapan pun, termasuk sampai dunia kiamat pun, tidak ada sebuah putusan hakim yang memuaskan semua pihak. Itu sudah pasti pro kontra pasti ada,” tuturnya.
Terbaru, Juru bicara MK Fajar Laksono menepis kabar bahwa mereka akan menggelar sidang pembacaan putusan terkait gugatan batas usia minimum capres-cawapres pada pekan ini. Fajar mempersilakan publik untuk memeriksanya secara langsung melalui situs resmi MK.
"Silakan pantau dan cek jadwal sidang di mkri.id. Kalau sudah teragenda, ya, itu jadwalnya. Kalau belum, berarti belum teragendakan,” ujar Fajar kepada wartawan, Senin (9/10/2023).
Ihwal pelayanan uji materi sedianya telah diatur oleh MK. Sesuai Pasal 2 Peraturan Sekretaris Jenderal MK Nomor 52 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, disebutkan bahwa standar pelayanan penyelesaian perkara pengujian UU dilakukan dalam jangka waktu paling lama 18 bulan, dimulai sejak permohonan dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi (e-BRPK) sampai putusan dibacakan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.
Target penyelesaian paling lama 18 bulan dimaknai sebagai batas akhir target penyelesaian perkara yang ditangani.
Menurut laporan kinerja MK tahun 2022 yang dikutip dari laman resmi mkri.id, sepanjang tahun 2022, rata-rata waktu penyelesaian perkara yang MK jika dihitung berdasarkan hari kerja adalah 78 hari kerja atau setara dengan 2,6 bulan.
Penghitungan hari kerja ini dihitung dengan memasukkan seluruh hari kerja di luar hari libur nasional, hari Sabtu, serta hari Minggu.
Waktu penyelesaian perkara pada 2022 untuk perkara PUU lebih cepat jika dibandingkan tahun 2021 yang memakan waktu selama 89 hari kerja atau setara 2,97 bulan.
Baca juga: Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres Belum Keluar, Cak Imin: Pemilu Sudah Dekat, Masih Ribet Saja
Sementara, Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyebut bahwa tidak ada standar baku mengenai lama perkara yang ditangani MK. Tak jarang, proses uji materi di MK berlangsung sangat lama.
Namun, kerap pula prosesnya berlangsung sangat cepat. Uji materi terhadap aturan syarat e-KTP dan paspor sebagai alat bukti pemilih di pemilu misalnya, prosesnya hanya berlangsung tiga hari.