Tanda tersebut membentuk persepsi manusia, lebih dari sekadar merefleksikan realitas yang ada. Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan, dan sebagainya yang berada di luar diri.
Di usia senjanya dan telah mengalami masa pasang dan naik di tubuh partainya, Megawati seakan memberi “sinyal” kebersamaan jauh lebih indah ketimbang bercerai berai hanya karena ambisi kekuasaan pribadi.
Seperti ingin memberi respons positif, Jokowi berujar lantang saat memberi sambutan di Rakernas bahwa dirinya sangat mendukung penuh pencapresan Ganjar Pranowo.
Jokowi meminta Ganjar setelah dilantik menjadi presiden kelak, segera mengeksekusi program kedaulatan pangan.
Pernyataan dukungan Jokowi di forum Rakernas IV PDI Perjuangan itu seakan mengakhiri dualisme dukungan dari Jokowi, entah terhadap Prabowo maupun Ganjar.
Pelaksanaan Rakernas IV PDI Perjuangan yang di-set up Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto harus diakui menjadi ajang “recovery” politik di internal partai, tetapi sekaligus memperlihatkan bahwa hajatan partai tidak melulu hanya memikirkan urusan diri sendiri.
Tema Rakernas IV PDI Perjuangan yang mengusung “Kedaulatan Pangan untuk Kesejahteraan Rakyat” seakan memberi “alarm” kepada Jokowi bahwa urusan pangan adalah urusan mati hidupnya bangsa.
Bung Karno sudah mewanti-wanti lama tentang persoalan pelik yang kini tengah dihadapi berbagai negara.
Tentu tema tersebut tidak ada kaitannya dengan perkara Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang tengah disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terakit dengan tiga kluster kasus rasuah.
Tema Rakernas tersebut pun sudah lama dirancang Sekjen PDI Perjuangan, jauh sebelum penggeledahan rumah dinas Syarul Yasin Limpo dan kantor Kementerian Pertanian.
Tema yang diusung Rakernas IV PDI Perjuangan seakan ikut mengingatkan Jokowi maupun Ganjar akan persoalan pangan bagi rakyat.
Dampak kekeringan parah akibat El Nino dan Perang Rusia dengan Ukraina – seperti yang pernah diprediksikan Soekarno – memang menyeret beberapa negara dalam kondisi sulit.
Gandum yang dihasilkan Rusia maupun Ukraina tertahan di negaranya masing-masing karena tidak adanya jaminan keamanan akibat perang.
Setiap negara sibuk mengamankan pasokan pangannya masih-masing dan menyetop arus ekspor. Rusia, Uganda, Pakistan dan Bangladesh ogah mengekspor hasil panen pangannya demi ketahanan pangan di negaranya masing-masing.
Kondisi geopolitik sekarang ini yang menyebabkan ketergantungan pangan demikian melebar, harusnya disadari oleh semua kalangan dan bukan semata urusan PDI Perjuangan saja.
Indonesia yang memiliki tingkat konsumsi beras per kapita yang mencapai 96 kilogram menjadikan sebagai jawara dunia dalam hal “memakan” beras.
Menjadi tugas Jokowi di sisa pemerintahannya maupun Ganjar Pranowo – jika memang terpilih di Pilpres 2024 – untuk menggencarkan penggunaan pangan alternatif selain beras seperti sagu, jagung, porang, tales dan lain-lain.
Harus diingat, tingginya konsumsi terhadap beras juga berdampak negatif terhadap kesehatan.