Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Pemerintah, Sejumlah Anggota DPR Nilai Percepatan Pilkada Proyek Coba-coba

Kompas.com - 21/09/2023, 21:59 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

"KPU ini mengerjakan tugas berdasarkan undang-undang. Kalau ada perubahan undang-undang terkait pilkada, tentu kami akan menyelenggarakan pilkada sesuai dengan perubahan undang-undang tersebut," ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari yang hadir di dalam rapat kerja itu, Rabu tengah malam.

Senada, Bawaslu RI juga menyatakan hal yang sama, bahwa mereka adalah penyelenggara pemilu yang bekerja melaksanakan undang-undang yang ada.

"Kami mengikuti apa yang diputuskan, namun ada beberapa catatan yang harus dipenuhi," kata anggota Bawaslu RI, Herwyn JH Malonda, dalam kesempatan yang sama.

Baca juga: Kebut Pilkada, Pemerintah Akan Larang Bakal Calon Kepala Daerah Ajukan Gugatan ke MA

Herwyn menyoroti soal proses penyelesaian sengketa hasil pemilu yang harus dipercepat supaya tidak bertubrukan dengan tahapan pilkada.

Ia juga menyoroti potensi kerawanan dari segi perbantuan personel keamanan dan produkssi serta distribusi logistik yang terpaksa dilakukan dalan waktu yang sangat singkat karena jarak antara pemilu dengan pilkada semakin pendek.

Lalu, Herwyn juga menyinggung perlunya penambahan honorarium bagi pengawas pemilu ataupun menambah jumlah pengawas itu sendiri.

Dalam pemaparannya, Mendagri Tito mengeklaim bahwa UU Pilkada mengamanatkan keserentakan pelantikan pejabat di daerah, baik legislatif maupun eksekutif, pada tahun yang sama.

UU itu juga dianggap mengamanatkan supaya pelantikan pejabat daerah dilakukan pada tahun yang sama dengan pejabat di tingkat pusat.

Baca juga: Mendagri Resmi Usulkan Perppu Percepatan Pilkada 2024, Ini Isinya

Tito menilai, keserentakan itu akan merapikan tata kelola pemerintahan dari pusat sampai daerah yang selama ini dianggap tidak sinkron karena masa jabatan yang tidak serentak dan bervariasi.

Ia memberi contoh bahwa kota/kabupaten dalam provinsi yang sama bisa jadi mempunyai Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang tak sinkron satu sama lain karena tak didesain serentak.

Begitu pula, provinsi di pulau yang sama juga berlainan RPJMD-nya dan tak saling menopang. Belum lagi membandingkannya dengan RPJM tingkat nasional yang boleh jadi juga tak sama.

Tito beranggapan bahwa situasi ini menghambat pembangunan nasional, karena banyak proyek strategis tak dieksekusi dengan baik lantaran perbedaan di tingkat daerah tadi.

Ia memberi contoh, proyek strategis nasional pembangunan jalan tol bisa jadi tak berjalan mulus karena tak dibarengi penyediaan jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota yang dirancang menunjang keberadaan tol tersebut.

Baca juga: Pilkada 2024 Dipercepat, Bawaslu Soroti Kerawanan Logistik dan Honor Pengawas

Di samping itu, jika pilkada tak dipercepat, pemerintah khawatir pada 2025 nanti ada 545 daerah yang akan dipimpin oleh penjabat kepala daerah yang notabene bukan jabatan definitif.

Sebab, menurut UU Pilkada, tak ada lagi kepala daerah definitif setelah 31 Desember 2024. Penjabat kepala daerah tak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dan kebijakan strategis.

Menurut Tito, hal-hal tadi sudah memenuhi unsur kemendesakan yang menjadi prasyarat terbitnya perppu.

Untuk memuluskan percepatan pilkada, pemerintah mengusulkan agar masa kampanye calon kepala daerah dibatasi hanya 30 hari, sedangkan proses sengketa pencalonan hanya 53 hari tanpa dibolehkan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Usul ini juga jadi polemik sebab itu berarti KPU hanya punya waktu 1-2 bulan untuk memproduksi dan mendistribusikan logistik Pilkada 2024, sedangkan Bawaslu harus kejar tayang menyelidiki dan menyidangkan sengketa pencalonan.

Sebagai perbandingan, pada Pilkada 2020, masa kampanye berlangsung selama 71 hari, yakni 11 Juli-19 September 2020. Sementara itu, masa kampanye Pilkada 2015 berlangsung 81 hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Asal Garut Wafat di Masjid Nabawi, Kemenag: Dibadalhajikan

Jemaah Haji Asal Garut Wafat di Masjid Nabawi, Kemenag: Dibadalhajikan

Nasional
Revisi UU Bakal Beri Kebebasan Prabowo Tentukan Jumlah Kementerian, PPP: Bisa Saja Jumlahnya Justru Berkurang

Revisi UU Bakal Beri Kebebasan Prabowo Tentukan Jumlah Kementerian, PPP: Bisa Saja Jumlahnya Justru Berkurang

Nasional
Rapat Paripurna DPR: Anggota Dewan Diminta Beri Atensi Khusus pada Pilkada 2024

Rapat Paripurna DPR: Anggota Dewan Diminta Beri Atensi Khusus pada Pilkada 2024

Nasional
Khofifah Harap Golkar, PAN dan Gerindra Setujui Emil Dardak Jadi Cawagubnya

Khofifah Harap Golkar, PAN dan Gerindra Setujui Emil Dardak Jadi Cawagubnya

Nasional
Diperiksa Dewas KPK 6 Jam, Nurul Ghufron Akui Telepon Pihak Kementan Terkait Mutasi Pegawai

Diperiksa Dewas KPK 6 Jam, Nurul Ghufron Akui Telepon Pihak Kementan Terkait Mutasi Pegawai

Nasional
Seorang Pria Diamankan Paspampres Saat Tiba-tiba Hampiri Jokowi di Konawe

Seorang Pria Diamankan Paspampres Saat Tiba-tiba Hampiri Jokowi di Konawe

Nasional
Pro dan Kontra Komposisi Pansel Capim KPK yang Didominasi Unsur Pemerintah

Pro dan Kontra Komposisi Pansel Capim KPK yang Didominasi Unsur Pemerintah

Nasional
Jokowi Restui Langkah Menkes Sederhanakan Kelas BPJS Kesehatan

Jokowi Restui Langkah Menkes Sederhanakan Kelas BPJS Kesehatan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Dibahas di DPR, Jumlah Kementerian Diusulkan 'Sesuai Kebutuhan Presiden'

Revisi UU Kementerian Negara Dibahas di DPR, Jumlah Kementerian Diusulkan "Sesuai Kebutuhan Presiden"

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pakar Sinyalir Punya Tujuan Politik

Soal Revisi UU MK, Pakar Sinyalir Punya Tujuan Politik

Nasional
Kasus TPPU SYL, KPK Panggil 3 Pemilik Biro Perjalanan

Kasus TPPU SYL, KPK Panggil 3 Pemilik Biro Perjalanan

Nasional
Dewas KPK Periksa Eks Sekjen Kementan Jadi Saksi dalam Sidang Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Periksa Eks Sekjen Kementan Jadi Saksi dalam Sidang Etik Nurul Ghufron

Nasional
Praperadilan Panji Gumilang Ditolak, Status Tersangka TPPU Sah

Praperadilan Panji Gumilang Ditolak, Status Tersangka TPPU Sah

Nasional
Golkar Sebut Ridwan Kamil Lebih Condong Maju pada Pilkada Jabar

Golkar Sebut Ridwan Kamil Lebih Condong Maju pada Pilkada Jabar

Nasional
Jokowi Harap RI Masuk OECD: Beri Manfaat agar Lompat Jadi Negara Maju

Jokowi Harap RI Masuk OECD: Beri Manfaat agar Lompat Jadi Negara Maju

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com