JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah ingin menghapus kemungkinan seorang bakal calon kepala daerah mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA), seandainya terlibat dalam sengketa proses pencalonannya di Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah.
Sengketa yang mungkin terjadi, misalnya, KPU menetapkan seorang bakal calon kepala daerah tak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai calon kepala daerah yang akan berkontestasi.
"Perlu dilakukan perubahan terhadap Pasal 143, Pasal 144, dan Pasal 151 (UU Pilkada) yang bertujuan untuk memangkas durasi penyelesaian sengketa proses pilkada pada masing-masing tingkatan, mulai dari Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) sampai dengan pengadilan yang final di TUN (Tata Usaha Negara)," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dalam rapat kerja Komisi II DPR RI, Rabu (20/9/2023) hingga tengah malam.
"Serta menghapuskan proses penyelesaian sengketa di MA untuk memangkas durasi penyelesaian sengketa proses," ujarnya lagi.
Baca juga: Mendagri Resmi Usulkan Perppu Percepatan Pilkada 2024, Ini Isinya
Pemangkasan waktu tersebut terkait untuk memastikan sudah dilantiknya kepala daerah sebelum 1 Januari 2025. Sehingga, tidak ada kekosongan pimpinan di daerah dan tidak perlu dilakukan penunjukkan pejabat (pj) kepala daerah.
Dalam rapat bersama KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu, Tito mengatakan usulan itu masuk dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pilkada.
Menurutnya, Perppu itu menjadi mekanisme untuk mempercepat pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024, dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September.
Namun, menurut Tito, pelaksanaan Pilkada yang menimbulkan kerawanan. Sebab, akan beririsan dengan tahapan Pilpres 2024 (seandainya berlangsung dua putaran) dengan tahapan krusial Pilkada 2024 yang dimajukan ke September.
Oleh karena itu, pemerintah ingin agar masa kampanye Pemilu 2024 hanya 30 hari saja.
Baca juga: Komisi II DPR Akan Bahas Isi Perppu Pilkada Bareng KPU dkk
Untuk mendukung itu, maka proses pencalonan kepala daerah juga tak bisa panjang, sehingga durasi penyelesaian sengketa proses dibabat.
"Dalam rangka mempertimbangkan masa kampanye 30 hari serta mengurangi potensi permasalahan dalam penyediaan logistik pilkada, maka durasi sengketa pencalonan harus dipersingkat," ujar Tito.
Soal irisan dengan tahapan Pemilu 2024 memang menjadi ancaman nyata.
Merujuk pada Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024, seandainya pilpres berlangsung dua putaran, maka rekapitulasi hasil penghitungan suara baru beres pada 20 Juli 2024.
Perkiraan itu belum menghitung kemungkinan adanya sengketa hasil pilpres yang akan memakan waktu lebih lama lagi sampai Agustus 2024.
Baca juga: Kebut Pilkada, Pemerintah Usul Masa Kampanye Calon Kepala Daerah Cuma 30 Hari
Oleh karena itu, dengan dipercepatnya pilkada ke September 2024, maka masa kampanye memang terpaksa tak lebih dari 30 hari jika tak ingin beririsan dengan tahapan pilpres.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.