Padahal di antara mereka bisa jadi ada calon-calon pemimpin, baik skala daerah maupun skala nasional. Kita tahu sedari kecil bahwa ada saja orang-orang yang berbakat menjadi ketua kelas, ketua kelompok, ketua organisasi. Bakat kepemimpinan mereka bisa sia-sia.
Warga juga ingin kepala daerah yang berpandangan luas, memerhatikan kelompok terbawah, dan seratus persen waktunya digunakan untuk memajukan daerah. Tanpa diganggu oleh urusan bisnis.
Ini biasanya tidak tampak dari seseorang yang mendadak muncul dan kemudian menang dalam pemilu/pilkada. Tidak terdengar aktivitasnya di masyarakat sebelumnya selain sebagai orang kaya.
Warga juga tidak ingin adanya politisi yang menang karena politik uang. Bisa dipastikan ia akan mengembalikan pinjaman atau sumbangan dari satu atau beberapa orang pemilik modal, yang disebut oligarki itu.
Peran oligarki ini cenderung merusak tatanan ekonomi yang sedang terbentuk. Yaitu dengan pemberian perlakuan khusus oleh kepala daerah terpilih kepada penyandang dana politiknya.
Pengusaha lokal akan tidak tumbuh dengan adanya tindakan kolusi seperti itu, karena persaingan usaha yang tidak sehat.
Para pengusaha lokal bisa jadi beralih bidang usaha, menutup usahanya atau mendukung pengusaha yang menjadi mitra kepala daerah. Ekonomi daerah berpotensi terpuruk.
Mencegah oligarki menguasai dunia politik perlu menjadi agenda pemerintah dan parlemen, di tingkat daerah maupun nasional.
Praktik negatif yang (konon) sudah terlanjur meluas perlu diatasi dengan berbagai cara secara simultan, dimulai dari sekarang.
Pertama, para calon peserta pemilu tahun 2024 nanti perlu diajak untuk tidak bersedia bekerja sama dengan oligarki. Komitmen mereka harus diungkapkan saat kampanye menjelang pencoblosan nanti.
Mereka bisa ditanya satu per satu. Yang bersikap tegas menolak boleh dipilih salah satunya. Yang responsnya tidak jelas perlu diabaikan.
Kedua, pemerintah dan DPR perlu menyusun undang-undang antipolitik uang yang lebih rinci agar tidak memberi peluang untuk interpretasi yang menyimpang.
Peraturan pelaksanaan perlu disusun dengan cukup lengkap agar tidak ada celah-celah yang dapat dimanfaatkan untuk tindakan politik uang.
Ketiga, para pengusaha perlu dikondisikan membuat pernyataan secara terbuka untuk tidak melakukan politik uang, seperti memberikan sumbangan di luar ketentuan. Mereka dipastikan siap mendapat sanksi jika melanggar komitmennya.
Keempat, unsur-unsur masyarakat perlu didorong untuk melakukan pengawasan terhadap praktik-praktik politik uang.
Pelaporan warga perlu difasilitasi oleh penyelenggara pemilu dengan menyediakan personel dan sarana komunikasi yang cepat, murah dan mudah serta transparan.
Kelima, penyelenggara pemilu, yaitu KPU, Bawaslu dan partai-partai politik, perlu bervisi menyelenggarakan pemilu berkualitas, tidak hanya berhasil dalam proses pencoblosan dan penghitungan suara saja.
Pemilu yang berkualitas adalah yang biayanya terjangkau, tidak memerlukan modal besar bagi politisi, dan bebas dari intimidasi atau bujukan uang bagi pemilih.
Dengan beberapa upaya tadi diharapkan akan terwujud demokrasi yang sebenar-benarnya, di mana setiap warga negara dapat menggunakan hak-hak politiknya secara bebas, tanpa tekanan karena ketidaktahuan, ketakutan atau ancaman. Semoga demikian adanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.