Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Pemilu Bersih Tanpa Oligarki

Kompas.com - 21/09/2023, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

OLIGARKI adalah sistem politik di mana sejumlah kecil individu kaya menguasai ekonomi negara secara signifikan.

Dalam upaya menambah dan mempertahankan kekayaannya, oligarki di banyak negara, termasuk Indonesia, terdorong untuk memasuki dunia politik.

Caranya dengan memberikan modal kepada calon yang maju dalam pemilu atau terjun langsung menjadi politisi untuk bersaing dengan politisi asli.

Tentu saja tidak semua calon peserta pemilu didukung oligarki, banyak juga yang berhasil dengan upaya sendiri, tanpa mengeluarkan dana besar.

Oligarki politik tumbuh karena terdorong peluang terbuka karena besarnya biaya politik. Sementara tidak setiap politisi mampu membiayai aktivitas politik yang semakin banyak.

Sistem proporsional terbuka yang dianut negara menyebabkan para calon harus bersaing dengan calon separtai maupun dengan calon dari partai lain. Keterlibatan partai menjadi minimal, sebaliknya para calon harus super kreatif agar terpilih saat hari pencoblosan.

Biaya pencalonan (mahar politik), biaya kampanye untuk kompetisi yang ketat, dan pemberian uang pengganti suara (serangan fajar) menyebabkan calon-calon yang berdana banyak kemungkinan besar menjadi pemenang.

Oligarki ekonomi beralih menjadi oligarki politik saat pengusaha besar tertantang untuk berkompetisi dalam pemilu/pilkada. Selain untuk meningkatkan status sosialnya, kedudukan kepala daerah juga dapat menambah hartanya, dengan cara-cara legal dan ilegal yang umum dilakukan.

Regulasi yang tidak lengkap dan pengawasan serta penegakan hukum yang lemah menyebabkan tindakan politik ilegal ditengarai tumbuh subur di mana-mana.

Dampak pemilu yang penuh kecurangan terlihat dari adanya kepala-kepala daerah yang tertangkap tangan oleh KPK. Cukup banyak juga mantan kepala daerah sudah atau sedang menjalani hukuman.

Berita tentang operasi tangkap tangan (OTT) kepala daerah yang diduga korupsi seperti tidak pernah jeda.

Kerugian sosial

Oligarki merugikan bangsa karena menghambat kemunculan politisi asli yang tidak memiliki dana untuk mengikuti prosedur pemilu secara formal, maupun secara nonformal yang ilegal, namun terpaksa dilakukan.

Termasuk dalam prosedur ilegal adalah menerima sumbangan di luar ketentuan yang ditetapkan peraturan. Seorang calon dalam pilkada juga dilarang memberikan uang atau barang kepada calon pemilih menjelang atau pada hari pencoblosan.

Namun tanpa uang, sulit untuk menang, karena permintaan untuk itu ada, khususnya di masyarakat yang tingkat ekonomi daerahnya rendah dan kesenjangan sosial tinggi, di samping pengawasan yang tidak efektif.

Politisi asli yang mengandalkan niat dan semangat saja bisa kecewa, karena kalah oleh muka-muka baru berbekal dana besar walau dari pinjaman.

Padahal di antara mereka bisa jadi ada calon-calon pemimpin, baik skala daerah maupun skala nasional. Kita tahu sedari kecil bahwa ada saja orang-orang yang berbakat menjadi ketua kelas, ketua kelompok, ketua organisasi. Bakat kepemimpinan mereka bisa sia-sia.

Warga juga ingin kepala daerah yang berpandangan luas, memerhatikan kelompok terbawah, dan seratus persen waktunya digunakan untuk memajukan daerah. Tanpa diganggu oleh urusan bisnis.

Ini biasanya tidak tampak dari seseorang yang mendadak muncul dan kemudian menang dalam pemilu/pilkada. Tidak terdengar aktivitasnya di masyarakat sebelumnya selain sebagai orang kaya.

Warga juga tidak ingin adanya politisi yang menang karena politik uang. Bisa dipastikan ia akan mengembalikan pinjaman atau sumbangan dari satu atau beberapa orang pemilik modal, yang disebut oligarki itu.

Peran oligarki ini cenderung merusak tatanan ekonomi yang sedang terbentuk. Yaitu dengan pemberian perlakuan khusus oleh kepala daerah terpilih kepada penyandang dana politiknya.

Pengusaha lokal akan tidak tumbuh dengan adanya tindakan kolusi seperti itu, karena persaingan usaha yang tidak sehat.

Para pengusaha lokal bisa jadi beralih bidang usaha, menutup usahanya atau mendukung pengusaha yang menjadi mitra kepala daerah. Ekonomi daerah berpotensi terpuruk.

Mencegah praktik oligarkis

Mencegah oligarki menguasai dunia politik perlu menjadi agenda pemerintah dan parlemen, di tingkat daerah maupun nasional.

Praktik negatif yang (konon) sudah terlanjur meluas perlu diatasi dengan berbagai cara secara simultan, dimulai dari sekarang.

Pertama, para calon peserta pemilu tahun 2024 nanti perlu diajak untuk tidak bersedia bekerja sama dengan oligarki. Komitmen mereka harus diungkapkan saat kampanye menjelang pencoblosan nanti.

Mereka bisa ditanya satu per satu. Yang bersikap tegas menolak boleh dipilih salah satunya. Yang responsnya tidak jelas perlu diabaikan.

Kedua, pemerintah dan DPR perlu menyusun undang-undang antipolitik uang yang lebih rinci agar tidak memberi peluang untuk interpretasi yang menyimpang.

Peraturan pelaksanaan perlu disusun dengan cukup lengkap agar tidak ada celah-celah yang dapat dimanfaatkan untuk tindakan politik uang.

Ketiga, para pengusaha perlu dikondisikan membuat pernyataan secara terbuka untuk tidak melakukan politik uang, seperti memberikan sumbangan di luar ketentuan. Mereka dipastikan siap mendapat sanksi jika melanggar komitmennya.

Keempat, unsur-unsur masyarakat perlu didorong untuk melakukan pengawasan terhadap praktik-praktik politik uang.

Pelaporan warga perlu difasilitasi oleh penyelenggara pemilu dengan menyediakan personel dan sarana komunikasi yang cepat, murah dan mudah serta transparan.

Kelima, penyelenggara pemilu, yaitu KPU, Bawaslu dan partai-partai politik, perlu bervisi menyelenggarakan pemilu berkualitas, tidak hanya berhasil dalam proses pencoblosan dan penghitungan suara saja.

Pemilu yang berkualitas adalah yang biayanya terjangkau, tidak memerlukan modal besar bagi politisi, dan bebas dari intimidasi atau bujukan uang bagi pemilih.

Dengan beberapa upaya tadi diharapkan akan terwujud demokrasi yang sebenar-benarnya, di mana setiap warga negara dapat menggunakan hak-hak politiknya secara bebas, tanpa tekanan karena ketidaktahuan, ketakutan atau ancaman. Semoga demikian adanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

Nasional
LIVE STREAMING: Jemaah Haji Indonesia Mulai Prosesi Wukuf di Arafah Hari Ini

LIVE STREAMING: Jemaah Haji Indonesia Mulai Prosesi Wukuf di Arafah Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com