Sialnya pergantian nama koalisi itu membuat ketidaknyamanan bagi Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang secara otomatis akan mengganggu posisinya sebagai bakal cawapres.
Pada pidato politiknya, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menyebutkan nama Erick Thohir sebagai kandidat cawapres yang akan diserahkan ke Prabowo.
Meskipun pada momentum serupa, Zulkifli Hasan menyebut dari internal PAN terdapat juga nama Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia.
Namun, Cak Imin merasa hal tersebut hanya gimmick politik dari Zulkifli Hasan mengingat status Muhadjir Effendy adalah Aparatur Sipil negara (ASN) yang secara otomatis tidak boleh terdaftar menjadi anggota partai politik.
Dinamika yang terjadi di antara Partai Gerindra, PKB, PAN dan Partai Golkar pada Koalisi Indonesia Maju langsung ditangkap oleh Surya Paloh. Utamanya terkait ketidaknyamanan Cak Imin terhadap sikap Prabowo dan partai koalisi.
Surya Paloh kemudian menghubungi Cak Imin untuk agenda PKB meninggalkan koalisi yang digalang Prabowo, dengan potensi kedepan terbangunnya kerja sama antara Partai Nasdem dan PKB untuk pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Anies-Cak Imin).
Apalagi Partai Nasdem memiliki 59 kursi di DPR RI, sementara PKB memiliki 58 kursi, yang jika dijumlahkan adalah 117 kursi. Jumlah kursi tersebut cukup untuk mendaftarkan capres-cawapres ke KPU.
Syarat pencalonan presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024 adalah 116 kursi atau setara dengan 20 persen dari total 580 kursi di DPR RI.
Tanpa tedeng aling aling, Cak Imin dan PKB menyetujui ajakan Surya Paloh untuk duet pasangan Anies-Cak Imin.
Kesepakatan ini kemudian dibawa Partai Nasdem ke meja runding Koalisi Perubahan yang dibangun bersama Partai Demokrat dan PKS.
Posisi Partai Demokrat jelas menolak karena agenda pencawapresan AHY di Pilpres 2024, jelas mengalami kegagalan total dengan kehadiran Cak Imin di posisi Cawapres.
Sementara, PKS tidak terlalu bersikap reaksioner mengingat sasara utama mereka adalah mendapatkan coattail effect (efek ekor jas) dari Anies Baswedan yang tidak terlalu memedulikan siapa nama yang mengisi posisi cawapres.
Lebih lanjut, pada 31 Agustus 2023, Partai Demokrat melalui Sekretaris Jenderal-nya Teuku Riefky Harsya mengeluarkan pernyataan sikap terhadap kerja sama Partai Nasdem dan PKB.
Secara verbatim, Partai Demokrat menyatakan merasa merasa dikhianati oleh Surya Paloh dan Anies Baswedan atas komitmen yang telah dibangun berbulan-bulan lamanya oleh kesepakatan satu dua hari untuk pasangan Anies-Cak Imin yang akhirnya dideklarasikan di Surabaya, Jawa Timur pada 2 September 2023.
Politik tikung menikung di politik Indonesia adalah praktik biasa sejak keran sistem multi-partai dibuka di Indonesia.
Hal ini berkaitan dengan koalisi kepartaian yang terbangun tidak dilandaskan pada ideologi dan visi partai-partai yang melakukan kerja sama, melainkan atas agenda kekuasaan pragmatis semata.
Terdapat beberapa peristiwa penting tikung menikung khususnya menyangkut kerja sama politik pencalonan presiden dan wakil presiden, baik ketika masih dilakukan di Majelis Permusyarakatan Rakyat (MPR) maupun pilpres langsung.
Peristiwa pertama adalah Deklarasi Ciganjur tanggal 10 November 1998, di mana para tokoh reformasi melakukan pertemuan, yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Amien Rais, Megawati, Sri Sultan Hamengkubuwono X serta tokoh-tokoh reformasi lainnya.
Salah satu pembahasan adalah menyangkut siapa yang akan menjadi presiden Republik Indonesia pascaotoritarianisme Orde Baru.