Ia bertahan selama 10 tahun di dalam pemerintahan SBY sebagai menteri di satu sisi dan bertahan selama dua puluh tahun lebih di tampuk kepemimpinan PKB di sisi lain.
Bahkan dalam konteks internal PKB, Cak Imin mendapat pujian luar biasa dari Zulkifli Hasan dalam acara resmi Partai Amanat Nasional baru-baru ini, acara yang berpeluang menjadi acara terakhir Cak Imin bersama kubu Prabowo, jika dalam waktu dekat Cak Imin akhirnya benar-benar dideklarasikan sebagai calon wakil presiden Anies Baswedan.
Apa yang dipuji oleh Zulkifli Hasan? Yang dipuji adalah kemampuan Cak Imin dalam memobilisasi, mengorkestrasi, dan mengonsolidasi dukungan internal PKB sehingga membuat Cak Imin selalu dipilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PKB.
Di dalam pemerintahan, PKB dan Cak Imin nyatanya tak hanya sampai ujung pemerintahan SBY.
Saat Partai Demokrat kehilangan arah setelah Anas Urbaningrum masuk penjara dan masa pemerintahan SBY berakhir, PKB dan Cak Imin dengan mulus berakhir di koalisi pendukung Joko Widodo.
Sebagaimana diketahui, pada 2014, anggota koalisi pendukung Jokowi tak banyak jumlahnya. Dan PKB adalah salah satunya.
Walhasil, insting politik Cak Imin lagi-lagi terbukti moncer. PKB kembali berlabuh di dalam pemerintahan. Tak dinyana, insting tersebut melebihi insting Partai Golkar yang sering dicap sebagai partai yang selalu berada di dalam kekuasaan.
Terbukti nyatanya Golkar tidak selamanya masuk ke dalam pemerintahan karena perjuangannya dimulai dari nol seperti PKB dan Cak Imin.
Pada 2014, Golkar berkoalisi dengan Gerindra dan partai-partai lainnya mendukung Prabowo-Hatta. Tapi setelah pemilihan usai, sebagaimana biasanya, Golkar mulai bergerilya untuk mencari cara agar masuk ke dalam pemerintahan.
Nah, nampaknya untuk pemilihan tahun 2024 nanti, Cak Imin dan PKB sudah mulai mengeluarkan jurus klasiknya, jurus khas Cak Imin, yang secara garis besar bisa dipahami, tapi secara teknis sulit ditebak langkahnya.
Sudah kita saksikan bahwa PKB dan Cak Imin memulai debutnya dengan mendatangi markas Prabowo Subianto tahun lalu yang berakhir dengan koalisi awal pedukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden.
Hubungan tersebut kian mesra, sampai membentuk Sekretariat Bersama atau Sekber antara Partai Gerindra dan PKB.
Namun dalam kemesraan itu, hanya satu kepastian politik yang selalu muncul, yakni Prabowo sebagai bakal calon presiden. Sementara posisi Cak Imin dari PKB sama sekali belum jelas.
Minggu demi minggu berlalu, lalu berganti bulan, kemudian berganti tahun, dan beberapa waktu lalu, kepastian yang terus dipertahankan di tengah hubungan Partai Gerindra dan PKB hanya soal kepastian politik Prabowo sebagai calon presiden.
Sementara Cak Imin masih tetap dirundung ketidakpastian, meskipun berkali-kali diisyarakatkan ketertarikan Cak Imin untuk menjadi calon wakil presiden.
Status quo tersebut mulai nampak agak goyah ketika memasuki situasi baru di mana Partai Golkar dan PAN secara tiba-tiba memutuskan untuk bergabung dengan koalisi pendukung Prabowo, meskipun secara kasat mata PKB dan Cak Imin tetap memberi sinyal akan bertahan di dalam koalisi.
Sinyal dari Cak Imin dan PKB mulai berubah setelah acara ulang tahun PAN beberapa hari lalu, di mana terjadi perubahan nama koalisi, yang ternyata kabarnya tidak melibatkan Cak Imin dan PKB saat pengambilan keputusan perubahan nama koalisi tersebut.
PKB mempertanyakan keputusan koalisi tersebut, mulai dari alasan perubahan nama sampai pada ketidakterlibatan PKB dan Cak Imin di dalamnya.
Sinyal dari PKB yang tidak seperti biasanya saat berhadapan dengan sikap dan keputusan Partai Gerindra selama ini sejatinya telah menjadi sinyal awal bahwa Cak Imin dan PKB tinggal menunggu waktu untuk hengkang dari koalisi. Karena sudah sangat jelas masalahnya.
Selama lebih dari satu tahun PKB mengalah pada satu "kepastian" di dalam hubungannya dengan Partai Gerindra, yakni kepastian Prabowo sebagai calon presiden, tanpa kejelasan politik atas status Cak Imin, lalu tiba-tiba setelah Partai Golkar dan PAN masuk koalisi, Gerindra dan teman-teman barunya mengubah nama koalisi tanpa mengajak Cak Imin dan PKB berbicara.
Dari situasi itu, bukankah sudah sangat jelas terlihat dan terbaca bahwa PKB memang sudah tidak lagi berada dalam posisi menguntungkan, baik secara personal (Cak Imin) maupun secara organisasional.
Artinya, langkah PKB untuk keluar dari koalisi pendukung Prabowo sebenarnya sudah terbaca secara kasat mata.