JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan merevisi Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, setelah beleid itu dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Pasal itu mengatur soal hitungan pembulatan ke bawah keterwakilan minimum 30 persen calon anggota legislatif (caleg) perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) untuk Pemilu 2024, yang menyebabkan jumlah caleg perempuan terancam berkurang drastis.
"Iya (direvisi), menyesuaikan putusan MA," kata Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI Mochammad Afifuddin saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023).
Saat ini, tahapan pemilihan anggota legislatif (Pileg) sudah masuk ke tahap Daftar Calon Sementara (DCS), satu tahapan sebelum Daftar Calon Tetap (DCT) yang tak bisa diganggu gugat.
Baca juga: MA Sebut Hitungan Keterwakilan Caleg Perempuan oleh KPU Langgar UU Pemilu
Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa pencalegan partai-partai politik tertentu yang sebelumnya dianggap memenuhi syarat menjadi tidak memenuhi syarat karena putusan MA yang menyatakan hitungan pembulatan ke bawah itu tidak sah.
Afifuddin lantas memastikan, revisi aturan ini akan rampung sebelum penetapan DCT pada awal November 2023.
Sebelum penetapan DCT, terdapat masa pencermatan DCT, di mana partai politik masih bisa mengganti daftar calegnya.
Sebagai informasi, MA menyatakan Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang penghitungan keterwakilan perempuan pada pencalonan anggota legislatif Pemilu 2024 tidak berkekuatan hukum, melalui putusan perkara nomor 24 P/HUM/2024 yang diputus pada Selasa (29/8/2023).
Baca juga: Gugatan soal Jumlah Caleg Perempuan Dikabulkan MA, KPU: Tak Pengaruhi DCS
Bukan hanya melanggar UU Pemilu, MA juga menyatakan bahwa pasal itu melanggar UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women).
"Dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan keatas'," bunyi putusan itu.
Putusan yang diketuk palu oleh ketua majelis hakim, Irfan Fachruddin, dengan dua anggota majelis hakim, Cerah Bangun dan Yodi Martono ini sekaligus mengabulkan gugatan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang menilai pasal tersebut mengancam keterwakilan caleg perempuan pada Pemilu 2024.
Baca juga: MA Kabulkan Gugatan terhadap Aturan KPU yang Ancam Keterwakilan Caleg Perempuan
Dalam pasal itu, KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.
Sebagai contoh, jika di suatu dapil terdapat delapan caleg, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.
Karena angka di belakang desimal kurang dari lima, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total delapan caleg di dapil itu cukup hanya dua orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.
Padahal, dua dari delapan caleg setara 25 persen saja. Artinya, belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana dipersyaratkan Pasal 245 UU Pemilu.
Baca juga: MA Sebut Hitungan Keterwakilan Caleg Perempuan oleh KPU Langgar UU Pemilu
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.