Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Janji Revisi Hitungan Keterwakilan Caleg Perempuan Sebelum Penetapan DCT

Kompas.com - 31/08/2023, 18:54 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan merevisi Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, setelah beleid itu dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

Pasal itu mengatur soal hitungan pembulatan ke bawah keterwakilan minimum 30 persen calon anggota legislatif (caleg) perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) untuk Pemilu 2024, yang menyebabkan jumlah caleg perempuan terancam berkurang drastis.

"Iya (direvisi), menyesuaikan putusan MA," kata Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI Mochammad Afifuddin saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023).

Saat ini, tahapan pemilihan anggota legislatif (Pileg) sudah masuk ke tahap Daftar Calon Sementara (DCS), satu tahapan sebelum Daftar Calon Tetap (DCT) yang tak bisa diganggu gugat.

Baca juga: MA Sebut Hitungan Keterwakilan Caleg Perempuan oleh KPU Langgar UU Pemilu

Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa pencalegan partai-partai politik tertentu yang sebelumnya dianggap memenuhi syarat menjadi tidak memenuhi syarat karena putusan MA yang menyatakan hitungan pembulatan ke bawah itu tidak sah.

Afifuddin lantas memastikan, revisi aturan ini akan rampung sebelum penetapan DCT pada awal November 2023.

Sebelum penetapan DCT, terdapat masa pencermatan DCT, di mana partai politik masih bisa mengganti daftar calegnya.

Sebagai informasi, MA menyatakan Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang penghitungan keterwakilan perempuan pada pencalonan anggota legislatif Pemilu 2024 tidak berkekuatan hukum, melalui putusan perkara nomor 24 P/HUM/2024 yang diputus pada Selasa (29/8/2023).

Baca juga: Gugatan soal Jumlah Caleg Perempuan Dikabulkan MA, KPU: Tak Pengaruhi DCS

Bukan hanya melanggar UU Pemilu, MA juga menyatakan bahwa pasal itu melanggar UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women).

"Dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan keatas'," bunyi putusan itu.

Putusan yang diketuk palu oleh ketua majelis hakim, Irfan Fachruddin, dengan dua anggota majelis hakim, Cerah Bangun dan Yodi Martono ini sekaligus mengabulkan gugatan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang menilai pasal tersebut mengancam keterwakilan caleg perempuan pada Pemilu 2024.

Baca juga: MA Kabulkan Gugatan terhadap Aturan KPU yang Ancam Keterwakilan Caleg Perempuan

Dalam pasal itu, KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.

Sebagai contoh, jika di suatu dapil terdapat delapan caleg, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.

Karena angka di belakang desimal kurang dari lima, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total delapan caleg di dapil itu cukup hanya dua orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.

Padahal, dua dari delapan caleg setara 25 persen saja. Artinya, belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sebagaimana dipersyaratkan Pasal 245 UU Pemilu.

Baca juga: MA Sebut Hitungan Keterwakilan Caleg Perempuan oleh KPU Langgar UU Pemilu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

Nasional
Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

Nasional
Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Nasional
Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Nasional
Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Nasional
Pernah Dukung Anies pada Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Pernah Dukung Anies pada Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Nasional
Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Nasional
MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke 'Crazy Rich Surabaya'

MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke "Crazy Rich Surabaya"

Nasional
Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com