Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
SOROT POLITIK

Bahas RAPBN 2024, Ketua Banggar DPR Sampaikan 5 Masukan Utama untuk Pemerintah

Kompas.com - 29/08/2023, 18:56 WIB
A P Sari

Penulis

KOMPAS.com - Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Said Abdullah mengatakan, pimpinan Banggar DPR berkepentingan menyampaikan sejumlah tantangan dan risiko terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang harus dimitigasi dengan baik.

"Sebab kebijakan fiskal yang tidak berjalan dengan baik akan berpengaruh besar terhadap berbagai target asumsi ekonomi makro, dan indikator kesejahteran yang ditetapkan pada Rancangan Undang-undang (RUU) APBN 2024," tutur Said melalui keterangan persnya, Selasa (29/8/2023).

Salah satu masukan yang diberikan Said adalah terkait power purchasing parity (PPP) sebesar 1,9 dollar Amerika Serikat (AS) sejak 1998.

Bank Dunia lewat laporannya yang berjudul Indonesia Poverty Assessment pada 9 Mei 2023 mengusulkan pembaharuan PPP terbaru untuk negara berpendapatan menengah, yakni sebesar 3,2 dollar AS atau Rp 47.502 per orang per hari.

Baca juga: Soroti Polusi Jakarta, Ketua Banggar DPR: Mencemaskan Sekaligus Memalukan

"Ukuran itu naik dari standar PPP untuk kemiskinan ekstrem yang saat ini menjadi acuan, yakni 1,9 dollar AS atau sekitar Rp 28.969 per orang per hari," imbuhnya.

Lewat asumsi PPP sebesar 3,2 dollar AS, tingkat kemiskinan ekstrem akan melonjak naik sebesar 2,04 persen atau sebesar 5,59 juta jiwa. Dengan demikian, target penghapusan ekstrem dipastikan tidak akan tercapai.

"Banggar DPR berharap pemerintah membuat landasan epistemologis untuk acuan PPP yang akurat dalam membaca situasi ekonomi Indonesia terkini, sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara akademik dan sosial, bukan sekadar angka yang hebat di atas kertas," lanjut Said.

Masukan selanjutnya berkaitan dengan target angka prevalensi stunting sebesar 14 persen pada 2024. Angka ini harus bisa turun dari 2022 sebesar 21,6 persen dan tahun ini sebesar 17,5 persen.

Baca juga: Ketua Banggar DPR Sebut Penerapan Konsep Negara Kesejahteraan Bisa Bantu Atasi Kemiskinan di Papua

Menurut Said, agenda besar yang harus diciptakan adalah mengubah perilaku masyarakat lewat program kerja kementerian/lembaga (K/L) serta pemerintah daerah (pemda) secara konvergen.

"Kita lihat selama ini pola kerja antar-K/L dan pemda masih muncul ego sektoral, sehingga keseluruhan program K/L tidak manampakkan arsitektural kebijakan secara utuh," imbuhnya.

Usulan ketiga adalah alokasi anggaran wajib bidang pendidikan sejak 2023 yang belum berdampak secara signifikan dalam meningkatkan kualitas dan layanan pendidikan.

"(Alokasi anggaran pendidikan) perlu mendapat perhatian bersama. Besarnya alokasi anggaran pendidikan belum mencerminkan besarnya alokasi anggaran terhadap mutu dan kualitas pendidikan yang dihasilkan sampai saat ini," ujarnya.

Baca juga: Bahas RAPBN, Ketua Banggar DPR Optimistis Perekonomian Indonesia Menguat pada 2024

Ia melanjutkan, skor Program for International Student Assessment (PISA) Indonesia juga masih berada di bawah rata-rata Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan Association of Southeast Asian Nations-5 (ASEAN-5).

Hal serupa ditunjukkan dari angka partisipasi kasar (APK) untuk perguruan tinggi (19-24 tahun) yang masih tertinggal dibandingkan sesamanya.

"Selain itu, tingkat pengangguran lulusan pendidikan vokasi juga cukup tinggi serta tingkat partisipasi pendidikan anak usia dini (PAUD) dan perguruan tinggi masih rendah," tutur Said.

Said menambahkan, sebanyak 39,1 persen penduduk Indonesia yang bekerja merupakan lulusan sekolah dasar (SD). Lulusan sekolah menengah pertama (SMP) yang bekerja memiliki persentase sebesar 18,24 persen.

Kondisi tersebut, sambungnya, memiliki arti bahwa sebanyak 57,34 persen penduduk Indonesia yang bekerja merupakan lulusan SMP ke bawah.

Baca juga: Hadapi 2024, Banggar DPR Minta Kementerian Koordinator Konsolidasi Jalankan 8 Kebijakan Jokowi

"Tak ada artinya momentum bonus demografi yang kita dapatkan sejak 2012 jika tidak mendapatkan mayoritas tenaga kerja terampil yang mampu mengakselerasi inovasi bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan industri. Padahal sumbangan UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 60,5 persen," paparnya.

Masukan selanjutnya adalah alokasi infrastruktur pada APBN 2024 sebesar Rp 422,7 triliun yang diajukan pemerintah. Angka ini memakan porsi sebesar 12,79 persen dari total anggaran belanja negara.

Menurut Said, alokasi belanja infrastruktur selain harus bisa memastikan keberlangsungan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), juga harus bisa meningkatkan partisipasi sekolah dan angka harapan hidup masyarakat.

"Pembangunan infrastruktur harus lebih fokus pada upaya meningkatkan daya saing ekonomi, bukan malah jadi beban ekonomi. Pemerintah harus fokus pada target pada cetak biru kebijakan logistik nasional," tuturnya.

Baca juga: Bahas RAPBN 2024 dengan Pemerintah, Ketua Banggar DPR Ingatkan soal Dinamika Ekonomi Nasional dan Global

Hal tersebut penting dilakukan karena merujuk target rasio biaya logistik dengan PDB sebesar 12,4 persen pada 2025. Target ini cukup realistis mengingat AS memiliki nilai rasio 8 persen dan Korea Selatan (Korsel) sebesar 9,7 persen.

Usulan selanjutnya adalah mengenai dukungan kebijakan hilirisasi. Pemerintah dinilai perlu menghadapi sejumlah kebijakan penting.

Pertama, sejak kebijakan hilirisasi semakin masif, Indonesia berada pada keadaan yang bisa menimbulkan perang dagang dengan Uni Eropa. Fenomena ini bisa berujung perang gugatan di World Trade Organization (WTO).

Skenario terburuknya adalah Indonesia dan Uni Eropa akan saling mengeluarkan kebijakan retaliation yang berpotensi mengganggu pasar ekspor Indonesia.

Baca juga: APBN Surplus Rp 234,7 Triliun, Ketua Banggar DPR Apresiasi Kinerja Pemerintah

"Pemerintah harus bisa memaksimalkan ruang pada Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA)," tutur Said.

Kedua, kebijakan hilirisasi seharusnya tidak hanya ditujukan untuk memberikan nilai tambah ekonomi semata. Karenanya, strategeic partnership hilirisasi harus mengangkat derajat UMKM sebagai bagian dari rantai produksi.

"(Kebijakan hilirisasi) juga harus membangkitkan industri nasional dan memberikan ras adil bagi masyarakat lokal serta menjaga kelestarian alam. Arsitektural kebijakan ini belumlah tampak dijalankan oleh pemerintah," jelasnya.

Indonesia perlu waspadai China, Jepang dan AS

Said turut mengingatkan pemerintah untuk waspada akan tiga raksasa ekonomi dunia, yakni China, Jepang dan AS, meski Bank Dunia memprediksi bahwa perekonomian tiga negara ini masih akan melambat.

Baca juga: Ketua Banggar DPR RI Berikan 5 Catatan untuk Calon Gubernur BI

"Ketiga (negara) adalah mitra dagang strategis Indonesia. Perlambatan ekonomi China berpangkal dari persoalan keuangan pada sektor real estate, sejak kasus Evergrande mencuat. Sementara perlambatan ekonomi AS imbas dari tingginya suku bunga membuat tingkat konsumsi dan investasi melambat," paparnya.

Oleh karenanya, sebut Said, Indonesia diharapkan bisa segera masuk keanggotaan Brazil, Russia, India, China, and South Africa (BRICS) meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan masih akan mengkaji keanggotan Indonesia di BRICS.

"Kepentingan kita adalah mendorong BRICS sebagai kekuatan global yang membuat ekonomi dunia lebih adil, tumbuh berkelanjutan, terkhusus menopang kebijakan Indonesia yang aktif mengembangkan hilirisasi, dan mengembangkan local currency settlement," lanjutnya.

Said melanjutkan, semangat BRICS harus menjadi harapan baru Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketergantungan terhadap dollar AS, mengembangkan investasi, memberikan fasilitas pendanaan pembangunan yang murah, serta memasifkan pasar ekspor baru.

Baca juga: Jokowi Usulkan Gubernur BI, Ketua Banggar DPR RI Sampaikan 5 Langkah yang Harus Dilakukan

Polusi di Jabodetabek bahayakan warga

Pada kesempatan itu, Said turut menyoroti polusi udara di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta yang membahayakan kesehatan warga.

Bahkan, sebut dia, Jakarta dan sekitarnya telah dinobatkan sebagai kota paling berpolusi se-dunia. Kondisi tentunya mencemaskan sekaligus memalukan bagi Indonesia.

"Saking berpolusinya, udara Jakarta dan sekitarnya, pemerintah menggulirkan kebijakan work from home (WFH) seperti saat pandemi Covid-19 terjadi," tuturnya.

Ia melanjutkan, hingga saat ini, Indonesia telah meratifikasi sejumlah dokumen pengurangan emisi. Bahkan, negara berani menargetkan implementasi Net Zero Emission 2050 dan mengikatkan diri pada kerja sama iklim lewat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK).

Baca juga: Ketua Banggar DPR Said Abdullah Jelaskan 3 Cara Perkuat Investasi via Devisa Hasil Ekspor

"Namun keindahan di atas kertas sirna bak daun kering di lalap api. Di Jakarta, tempat semua kebijakan rendah emisi dan pengurangan GRK dirumuskan malah paling berpolusi," tuturnya.

Berangkat dari permasalahan itu, Banggar DPR meminta pemerintah untuk menuangkan agenda yang lebih nyata untuk mengurangi emisi.

"Kami akan memberikan dukungan penuh bagi agenda aksi tersebut, khususnya dalam kewenangan anggaran. Meski demikian, kita semua berharap agenda aksi penurunan emisi menghasilkan dampak yang nyata," ujar Said.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Nasional
Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Nasional
Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Nasional
Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Nasional
KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

Nasional
Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Nasional
100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

Nasional
KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

Nasional
Tata Kelola Makan Siang Gratis

Tata Kelola Makan Siang Gratis

Nasional
Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Nasional
Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Nasional
Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Nasional
KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

Nasional
Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com