Namun dalam merespons potensi lapangan pekerjaan global tersebut, pemerintah masih banyak berpaham nasionalis kolot. Keseriusan pemerintah merebut pasar kerja global masih setengah hati dan malu-malu kucing.
Hal ini terlihat dari kebijakan dan regulasi yang tidak lincah merebut pasar kerja global. Apalagi ditambah mindset memandang PMI masih diidentikan sebagai pekerja rentan.
PMI dijadikan objek oleh penguasa sebagai anak manja yang mesti "digendong-gendong". PMI bukan dianggap sebagai manusia unggul atau pekerja berkelas global.
Intervensi pemerintah sangat kental sekali mewarnai sistem penempatan PMI yang bekerja ke luar negeri. Pemerintah selalu mendikte pasar tenaga kerja global. Penempatan PMI harus di bawah kendali pemerintah.
PMI berangkat tidak mengikuti prosedur yang ditetapkan pemerintah, maka dianggap ilegal hingga dicap terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ini bentuk penjajahan pemerintah pada pekerja migran atas hak kemerdekaannya bekerja yang dijamin oleh konstitusi Indonesia.
Ironisnya, di Indonesia pelindungan kepada buruh (pekerja kasar di perusahaan) dan pekerja domestik (pekerja rumah tangga) masih rendah.
Sementara negara-negara tujuan PMI bekerja merupakan negara yang sudah memiliki peradaban maju dalam melindungi hak-hak pekerja asing di negaranya.
Maka intervensi dan mendikte negara tujuan PMI bekerja menjadi bahan tertawaan dunia. Pemerintah Indonesia dinilai bak pahlawan kesiangan dan merasa paling melindungi hak pekerja. Sementara pelindungan pada pekerja di negaranya sendiri masih rendah.
Cara pandang pada PMI mesti diubah. Pekerja migran adalah peradaban global yang umum dilakukan dan sebagai solusi kesejahteraan bagi kemanusiaan.
Terkait adanya permasalahan pada PMI adalah insiden yang dilakukan oleh oknum. Bukan disebabkan oleh sistem (budaya) negara tempat bekerja.
Upah dan kondisi kerja yang tidak layak, kekerasan, dan tidak ada jaminan sosial merupakan perjuangan pekerja yang sudah disepakati oleh negara-negara di dunia.
Jika terjadi pelanggaran terhadap hak-hak pekerja, maka akan dikecam dunia sebagai negara pengeksploitasi manusia.
Begitu juga pada perbuatan kekerasan dan penganiayaan dapat diseret sebagai perbuatan kriminal pada hukum pidana yang berlaku di negara setempat.
Kedepan, intervensi pemerintah pada dunia ketenagakerjaan migran harus diakhiri. Pemerintah cukup hadir sebagai fasilitator dan melakukan pendataan serta penegakan hukum pada praktik merugikan PMI. Pemerintah juga hadir cepat dan tanggap apabila terjadi permasalahan menimpa PMI.
Tidak ada lagi aturan pelarangan atas hak bekerja warga negara dan ruwetnya sistem pelayanan hingga menyebabkan PMI memilih berangkat secara ilegal.