Salin Artikel

Menunggu Pekerja Migran Indonesia Merdeka 100 Persen

Penganut paham nasionalis ini tidak mau kalah dengan negara lain dan tidak mau rendah di hadapan bangsa-bangsa lain. Sehingga timbul kompetisi antarnegara menjadi bangsa paling kuat, paling berkelas, dan paling kaya.

Nasionalisme seperti ini disebut nasionalisme kolot. Paham ini mengabaikan substansi kemanusiaan dan mengedepankan ego kebangsaan yang akhirnya mengorbankan jutaan manusia untuk mendapatkan hidup berkualitas dan menjadi manusia merdeka.

Tujuan kemanusiaan mengentaskan kemiskinan, keterbelakangan dan mengembangkan jati diri menjadi hal sulit didapat atas paham tersebut, meski dunia sudah mengglobal.

Manusia semakin disadarkan atas realitas kehidupan bahwa hidup saling melengkapi antara satu dengan lainnya. Dunia saling ketergantungan antarnegara satu dengan negara lainnya. Manusia saling membutuhkan antarbangsa satu dengan bangsa lain.

Namun, mindset nasionalisme kolot masih banyak dianut oleh penguasa. Penguasa masih banyak melaksanakan peradaban global secara kaku dan terjebak dalam paham nasionalis kolot sebagaimana digembor-gemborkan era kemerdekaan Indonesia dulu.

Paham nasionalis kolot ini tak luput juga menimpa pada wilayah ketenagakerjaan migran Indonesia. Pekerja Migran Indonesia (PMI) dianggap hal yang memalukan dan merendahkan martabat Indonesia.

Alasannya, PMI hanya bekerja di sektor pekerja bawahan dan bekerja sebagai pekerja kasar di negara orang. Ini pemikiran keliru.

Pertama, bicara tentang tenaga kerja migran adalah pekerjaan kasar atau low skill dan middle skill, seperti buruh pabrik, konstruksi, perkebunan, kargo, transportasi, ABK (Anak Buah Kapal), perawat, koki, pelayan dan berbagai pekerjaan mengunakan keterampilan tenaga manusia lainnya.

Selain itu, pekerja migran dibutuhkan dunia untuk pekerjaan domestik, seperti pekerja rumah tangga, pengasuh bayi/anak, perawat orang tua, sopir pribadi, dan sebagainya.

Kedua, dunia ketenagakerjaan saling membutuhkan dan ketergantungan antara satu dengan lainnya. Ketergantungan ini mengakibatkan terjadinya hukum supply-demand antarnegara, sehingga membentuk pasar kerja global.

Beberapa negara di dunia, penduduknya mengalami peningkatan taraf hidup dan sudah berekonomi maju. Mereka membutuhkan tenaga kerja lain untuk membantu pekerjaannya.

Di sisi lain, beberapa negara mengalami kekurangan populasi penduduk untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di dalam negerinya.

Banyak negara-negara terjadi "kiamat tenaga kerja". Untuk mengisi kekosongan tersebut dibutuhkan tenaga kerja dari negara luar.

Bagi negara-negara yang memiliki sumber daya manusia melimpah, kondisi ini bisa menjadi potensi untuk merebut peluang kerja tersebut. Terutama, negara-negara yang masih kekurangan lapangan pekerjaan di dalam negerinya dan tingkat kesejahteraan pekerja masih rendah.

Namun dalam merespons potensi lapangan pekerjaan global tersebut, pemerintah masih banyak berpaham nasionalis kolot. Keseriusan pemerintah merebut pasar kerja global masih setengah hati dan malu-malu kucing.

Hal ini terlihat dari kebijakan dan regulasi yang tidak lincah merebut pasar kerja global. Apalagi ditambah mindset memandang PMI masih diidentikan sebagai pekerja rentan.

PMI dijadikan objek oleh penguasa sebagai anak manja yang mesti "digendong-gendong". PMI bukan dianggap sebagai manusia unggul atau pekerja berkelas global.

Intervensi pemerintah sangat kental sekali mewarnai sistem penempatan PMI yang bekerja ke luar negeri. Pemerintah selalu mendikte pasar tenaga kerja global. Penempatan PMI harus di bawah kendali pemerintah.

PMI berangkat tidak mengikuti prosedur yang ditetapkan pemerintah, maka dianggap ilegal hingga dicap terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ini bentuk penjajahan pemerintah pada pekerja migran atas hak kemerdekaannya bekerja yang dijamin oleh konstitusi Indonesia.

Ironisnya, di Indonesia pelindungan kepada buruh (pekerja kasar di perusahaan) dan pekerja domestik (pekerja rumah tangga) masih rendah.

Sementara negara-negara tujuan PMI bekerja merupakan negara yang sudah memiliki peradaban maju dalam melindungi hak-hak pekerja asing di negaranya.

Maka intervensi dan mendikte negara tujuan PMI bekerja menjadi bahan tertawaan dunia. Pemerintah Indonesia dinilai bak pahlawan kesiangan dan merasa paling melindungi hak pekerja. Sementara pelindungan pada pekerja di negaranya sendiri masih rendah.

Cara pandang pada PMI mesti diubah. Pekerja migran adalah peradaban global yang umum dilakukan dan sebagai solusi kesejahteraan bagi kemanusiaan.

Terkait adanya permasalahan pada PMI adalah insiden yang dilakukan oleh oknum. Bukan disebabkan oleh sistem (budaya) negara tempat bekerja.

Upah dan kondisi kerja yang tidak layak, kekerasan, dan tidak ada jaminan sosial merupakan perjuangan pekerja yang sudah disepakati oleh negara-negara di dunia.

Jika terjadi pelanggaran terhadap hak-hak pekerja, maka akan dikecam dunia sebagai negara pengeksploitasi manusia.

Begitu juga pada perbuatan kekerasan dan penganiayaan dapat diseret sebagai perbuatan kriminal pada hukum pidana yang berlaku di negara setempat.

Kedepan, intervensi pemerintah pada dunia ketenagakerjaan migran harus diakhiri. Pemerintah cukup hadir sebagai fasilitator dan melakukan pendataan serta penegakan hukum pada praktik merugikan PMI. Pemerintah juga hadir cepat dan tanggap apabila terjadi permasalahan menimpa PMI.

Tidak ada lagi aturan pelarangan atas hak bekerja warga negara dan ruwetnya sistem pelayanan hingga menyebabkan PMI memilih berangkat secara ilegal.

Tidak ada lagi proses pelayanan yang berbelit-belit, melalui banyak meja dan memakan waktu panjang serta biaya tinggi.

Sistem tata kelola kedepan harus luwes, mudah, praktis serta terlindungi. Sistem dibuat digital dan terintegrasi.

Dengan demikian, PMI berangkat secara unprosedural tidak lagi menjadi pilihan. PMI akan rugi sendiri apabila menjadi PMI ilegal.

Sementara bagi PMI yang sudah terlanjur berangkat secara unprosedural dan menjadi pekerja ilegal di negara tujuan, perlu kerja ekstra pemerintah untuk melakukan diplomasi pada negara bersangkutan untuk melegalkannya.

Inilah grand design yang mesti dibangun oleh negara Indonesia. Mewujudkan tata kelola PMI Merdeka Seratus Persen.

Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-78. Merdeka!

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/17/10275771/menunggu-pekerja-migran-indonesia-merdeka-100-persen

Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke