Namun, ada pedang bermata dua dalam aliansi ini. Meskipun pendanaan BRI mendorong pertumbuhan infrastruktur Indonesia, pendanaan ini juga mengikat Indonesia dengan China, sehingga sulit untuk bermanuver secara diplomatis.
Di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia telah mengambil sikap kritis terhadap Amerika Serikat, mengkritik kegagalannya dan kegagalan negara-negara Barat lainnya dalam mengurangi ketidaksetaraan global dan memberikan pembangunan kepada negara-negara di belahan dunia Selatan (Global South).
Presiden Jokowi juga telah memperkuat hubungan Indonesia dengan negara-negara di luar tatanan internasional yang liberal, seperti China, untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Strategi ini merupakan respons pragmatis terhadap pergeseran dinamika kekuatan global.
Namun, strategi ini juga menimbulkan kontroversi di dalam negeri dan menimbulkan pertanyaan mengenai keberpihakan strategis jangka panjang Indonesia.
Tantangan terbesar bagi para kandidat pada pemilu 2024 adalah mengartikulasikan visi kebijakan luar negeri yang jelas dan menarik untuk mengatasi kompleksitas ini.
Menavigasi persaingan AS-China sambil menjaga kredibilitas ASEAN, mempertahankan ketidaksejajaran, dan mengelola hubungan dengan China akan membutuhkan tindakan penyeimbangan yang rumit.
Selain itu, posisi geopolitik Indonesia di dalam komunitas internasional sangat terkait dengan politik dalam negeri.
Kebijakan luar negeri yang sukses harus menyeimbangkan diplomasi internasional dengan kepentingan dalam negeri, dengan menyadari bahwa keputusan yang berdampak pada hubungan dengan negara-negara seperti Cina memiliki dampak besar di dalam negeri.
Dalam konteks geopolitik yang kompleks ini, pemimpin Indonesia berikutnya harus memahami kekuatan status negara mereka sebagai kekuatan menengah.
Status ini menawarkan manuver diplomatik yang unik dan peluang mediasi, terutama di tengah meningkatnya persaingan kekuatan besar.
Penekanan Indonesia pada sentralitas ASEAN dan lembaga-lembaga multilateral seperti G20, PBB, dan BRICS mencerminkan niatnya untuk mengejar regionalisme yang kooperatif dan menegakkan hukum internasional.
Namun, tantangan utamanya adalah menyeimbangkan pendekatan ini dengan manfaat ekonomi dari hubungan bilateral, terutama dengan Cina.
Meskipun inisiatif seperti BRI menawarkan peluang ekonomi yang besar, inisiatif ini dapat membahayakan fleksibilitas kebijakan Indonesia.
Pemilu 2024 akan menjadi titik balik kebijakan luar negeri, dengan fokus pada persaingan AS-Cina dan Belt and Road Initiative (BRI) Cina.
Para kandidat harus mengartikulasikan visi strategis dan ide mereka, mempertimbangkan dinamika politik dalam dan luar negeri.