Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Tantangan Politik Luar Negeri Indonesia Pasca-Pemilu 2024

Kompas.com - 15/08/2023, 11:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENJELANG Pemilu 2024, para kandidat calon presiden (capres) menghadapi berbagai isu kebijakan luar negeri yang mendesak.

Terpenting di antaranya adalah meningkatnya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China, yang memiliki implikasi luas bagi Indonesia dan posisinya di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).

Persaingan antara kedua negara adidaya ini memicu perpecahan di dalam ASEAN dalam isu-isu regional yang signifikan.

Contoh paling mencolok adalah perlunya sikap bersatu dalam pakta Australia-Inggris-Amerika Serikat (AUKUS) dan sengketa Laut Cina Selatan.

Ketidakmampuan ASEAN untuk mencapai konsensus dianggap sebagai kelemahan, yang mengancam kredibilitasnya di luar kawasan.

Secara historis, Indonesia menganut prinsip non-blok selama Perang Dingin, menahan diri untuk tidak memihak.

Saat ini, sebagai kekuatan menengah Asia yang penting, Indonesia berusaha untuk bersikap netral, dengan tujuan meningkatkan perannya di ASEAN dan lembaga multilateral lainnya, seperti G20 dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Posisi strategis ini memungkinkan Indonesia untuk menavigasi persaingan kekuatan besar tanpa secara eksplisit memihak salah satu pihak.

Bersamaan dengan itu, kebangkitan negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan) telah mengubah dinamika kekuatan global.

Karena China adalah pemain penting dalam persaingan AS-China dan BRICS, para pembuat kebijakan Indonesia menghadapi tugas kompleks dalam mengelola hubungan dengan China sambil bekerja sama dengan negara-negara BRICS lainnya.

Di sisi lain, krisis Myanmar menghadirkan tantangan diplomatik bagi Indonesia. Krisis ini, yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia parah dan kemunduran demokrasi, menuntut tanggapan yang menyeimbangkan antara tidak mencampuri urusan dalam negeri negara-negara anggota ASEAN dengan kebutuhan untuk menjaga stabilitas regional.

Sentimen politik dalam negeri di Indonesia mengenai China sama sekali tidak seragam. Beberapa pembuat kebijakan mendukung hubungan yang lebih erat dengan China, dengan alasan potensi keuntungan ekonomi.

Sementara itu, beberapa pihak lainnya menyatakan kekhawatiran mereka akan risiko ketergantungan yang berlebihan terhadap China, mengingat perilaku regionalnya yang tegas.

Hubungan rumit Indonesia dengan China diperkuat oleh pendanaan signifikan melalui Belt and Road Initiative (BRI).

Proyek ini telah menyediakan sumber daya besar bagi Indonesia, yang telah digunakan untuk memajukan tujuan-tujuan pembangunannya.

Namun, ada pedang bermata dua dalam aliansi ini. Meskipun pendanaan BRI mendorong pertumbuhan infrastruktur Indonesia, pendanaan ini juga mengikat Indonesia dengan China, sehingga sulit untuk bermanuver secara diplomatis.

Di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia telah mengambil sikap kritis terhadap Amerika Serikat, mengkritik kegagalannya dan kegagalan negara-negara Barat lainnya dalam mengurangi ketidaksetaraan global dan memberikan pembangunan kepada negara-negara di belahan dunia Selatan (Global South).

Presiden Jokowi juga telah memperkuat hubungan Indonesia dengan negara-negara di luar tatanan internasional yang liberal, seperti China, untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Strategi ini merupakan respons pragmatis terhadap pergeseran dinamika kekuatan global.

Namun, strategi ini juga menimbulkan kontroversi di dalam negeri dan menimbulkan pertanyaan mengenai keberpihakan strategis jangka panjang Indonesia.

Tantangan terbesar bagi para kandidat pada pemilu 2024 adalah mengartikulasikan visi kebijakan luar negeri yang jelas dan menarik untuk mengatasi kompleksitas ini.

Menavigasi persaingan AS-China sambil menjaga kredibilitas ASEAN, mempertahankan ketidaksejajaran, dan mengelola hubungan dengan China akan membutuhkan tindakan penyeimbangan yang rumit.

Selain itu, posisi geopolitik Indonesia di dalam komunitas internasional sangat terkait dengan politik dalam negeri.

Kebijakan luar negeri yang sukses harus menyeimbangkan diplomasi internasional dengan kepentingan dalam negeri, dengan menyadari bahwa keputusan yang berdampak pada hubungan dengan negara-negara seperti Cina memiliki dampak besar di dalam negeri.

Dalam konteks geopolitik yang kompleks ini, pemimpin Indonesia berikutnya harus memahami kekuatan status negara mereka sebagai kekuatan menengah.

Status ini menawarkan manuver diplomatik yang unik dan peluang mediasi, terutama di tengah meningkatnya persaingan kekuatan besar.

Penekanan Indonesia pada sentralitas ASEAN dan lembaga-lembaga multilateral seperti G20, PBB, dan BRICS mencerminkan niatnya untuk mengejar regionalisme yang kooperatif dan menegakkan hukum internasional.

Namun, tantangan utamanya adalah menyeimbangkan pendekatan ini dengan manfaat ekonomi dari hubungan bilateral, terutama dengan Cina.

Meskipun inisiatif seperti BRI menawarkan peluang ekonomi yang besar, inisiatif ini dapat membahayakan fleksibilitas kebijakan Indonesia.

Pemilu 2024 akan menjadi titik balik kebijakan luar negeri, dengan fokus pada persaingan AS-Cina dan Belt and Road Initiative (BRI) Cina.

Para kandidat harus mengartikulasikan visi strategis dan ide mereka, mempertimbangkan dinamika politik dalam dan luar negeri.

Mereka perlu menyeimbangkan kedaulatan dan kemandirian Indonesia, merujuk pada kritik Presiden Joko Widodo terhadap Barat.

Keputusan kebijakan, terutama yang berhubungan dengan China, akan memiliki dampak luas, memerlukan pemahaman mendalam tentang interaksi politik domestik dan internasional.

Pada saat sama, pemerintahan berikutnya memiliki tugas penting dalam menjaga kredibilitas dan efektivitas ASEAN di tengah perpecahan internal dan isu-isu sensitif seperti perselisihan Laut Cina Selatan dan pakta AUKUS.

Sebagai anggota pendiri dan anggota berpengaruh di ASEAN, Indonesia harus menggunakan kemahiran diplomasi untuk mengonsolidasikan persatuan ASEAN dan memandu arah strategisnya, terutama mengingat terbatasnya efektivitas lembaga-lembaga multilateral ini dalam menyelesaikan perselisihan-perselisihan utama di kawasan.

Sebagai kesimpulan, pemilu 2024 menghadirkan persimpangan jalan yang kritis bagi kebijakan luar negeri Indonesia.

Para kandidat harus menguasai tindakan penyeimbangan geopolitik yang kompleks, mengelola ketegangan AS-China dengan hati-hati, menjaga persatuan ASEAN, menavigasi dinamika BRICS, dan menangani krisis regional seperti yang terjadi di Myanmar, sambil tetap menjunjung tinggi stabilitas politik dalam negeri.

Ini adalah ujian bagi kepemimpinan visioner, yang membutuhkan diplomasi cerdik dan visi strategis untuk memetakan arah Indonesia dalam lanskap global yang semakin kompleks.

Hasilnya akan membentuk peran internasional Indonesia dan dinamika geopolitik yang lebih luas di Asia Tenggara dan sekitarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com