“Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memetakan potensi ancaman. Pemetaan ini harus melibatkan berbagai pihak, mulai dari kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kemhan,” tutur dia.
Kemudian, pemerintah perlu memahami kemampuan yang dimiliki untuk penanggulangan ancaman. Hal ini salah satunya berkaitan dengan pendanaan.
Dari situ, pemerintah dapat membuat standar penangkalan ancaman serta menyiapkan postur TNI yang meliputi tentara dan alutsista.
Berbicara tentang alutsista, Hasanuddin juga sempat menyoroti rencana Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto untuk membeli 12 jet tempur Mirage 2000-5 bekas Qatar Air Force (QAF).
"Kondisi apa yang mendesak sampai Indonesia harus membeli pesawat tua. Alutsista bekas akan membutuhkan biaya suku cadang pemeliharaan serta punya masalah umur pakai (lifetime),” ujar Hasanuddin.
Baca juga: Berkaca Kasus Pilot Susi Air, TB Hasanuddin Sebut DPR Perlu Bicara dengan TNI soal Tindakan Terukur
Presiden Jokowi sendiri, lanjut dia, menegaskan agar pembelian alutsista TNI diutamakan berasal dari perusahaan industri pertahanan dalam negeri. Hal ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Lebih dari itu, pada Renstra Pertahanan 2019-2024, Hasanuddin menilai tidak ada potensi ancaman militer yang memaksa pemerintah harus mempersenjatai negara dengan jet tempur.
Menurut dia, saat ini, potensi ancaman kedaulatan militer Indonesia, khususnya di wilayah perbatasan, adalah pelanggaran lintas batas, penebangan liar, dan peredaran narkoba.
“Pemerintah harus berfokus pada potensi ancaman tersebut. Idealnya, ancaman ini bisa ditanggulangi dengan melakukan pengetatan pemantauan di wilayah perbatasan,” imbuh Hasanuddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.