“Yang jelas tidak etis datang beramai-ramai, tadi sudah saya sampaikan di kesimpulan, datang secara berombongan ada konotasi show of force untuk menunjukkan kekuatan,” ujar Agung.
“Dapat dikonotasikan itu bisa dikatakan menghalangi proses hukum, tapi itu (sedang dalam) pendalaman,” katanya lagi.
Baca juga: Danpuspom TNI: Penggerudukan Mapolrestabes Medan Show of Force ke Penyidik
Namun, Puspom TNI belum bisa mengatakan bahwa kasus itu merupakan perintangan penyidikan.
“Terkait dengan mungkin ada indikasi bahwa tindakan tersebut bisa dikatakan obstruction of justice, kami belum bisa mengarah ke sana,” ujar Agung.
Setelah penggerudukan itu, penahanan Ahmad Rosid Hasibuan ditangguhkan.
Agung mengaku, ia tidak tahu apakah penangguhan penahanan itu karena tekanan kedatangan Mayor Dedi atau bukan.
Apalagi, menurut dia, penahanan seseorang juga bergantung pada subyektivitas penyidik.
“Apakah karena tekanan itu, atau memang sudah memenuhi untuk penangguhan, itu pihak Polrestabes yang bisa jawab,” kata Agung.
Baca juga: Danpuspom TNI: Penggerudukan Mapolrestabes Medan Bisa Dikatakan Halangi Proses Hukum
Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksda Kresno Buntoro mengatakan, Mayor Dedi dan rombongannya menyalahi aturan atau tata cara pemberian bantuan hukum.
Diketahui, prajurit TNI atau perwira hukum bisa menjadi pembela atau penasihat hukum bagi tersangka, terdakwa, dan terpidana. Hal ini sesuai Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1089/XII/2017.
Pendampingan itu hanya bisa diberikan kepada suami, istri, janda, duda, anak, ipar, dan keponakan prajurit TNI.
Namun, Kresno mengatakan bahwa cara pemberian bantuan hukum yang diberikan oleh Mayor Dedi itu salah.
“Kalau diteliti, ada yang di-skip (Mayor Dedi) proseduralnya. Sehingga ini dalam tanda kutip ada kesalahan dari aspek prosedural. Yang pasti jawaban mudah, kalau sampai viral pasti enggak tepat, kan begitu. Intinya begitu,” kata Kresno saat konferensi pers, Kamis.
Baca juga: Ombudsman Minta Kemendagri Coret Prajurit TNI Aktif yang Dicalonkan Jadi Pj Kepala Daerah
Oleh karenanya, Kresno mengatakan, Mayor Dedi bisa dijerat dua pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).
Pasal pertama adalah Pasal 103 KUHPM karena menolak atau tidak menaati perintah dinas.