Menurut Evi, inovasi kepemimpinan perempuan di sektor pendidikan tidak saja menjawab permasalahan pendidikan, tetapi juga memberikan nilai tambah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
"Kemudian, rekomendasi kami selanjutnya yaitu, antara indikator dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan, rapor pendidikan perlu disandingkan dan diharmonisasikan. Hal ini bertujuan agar data yang digunakan dapat saling dipertukarkan dan disederhanakan sehingga tidak terlalu banyak pelaporan," jelasnya.
Baca juga: Polines Inovasi Vespa Listrik, Ada Fitur Antimaling
Evi mengungkapkan bahwa lima daerah telah memiliki berbagai program inovasi untuk meningkatkan akses dan mutu pendidikan.
Adapun lima daerah tersebut, yaitu Provinsi Jatim, Kabupaten Tegal, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jombang, dan Kota Mojokerto
Untuk berbagai program inovasi yang dimaksud, yaitu Muatan Lokal Diniyah dan Keagamaan untuk mengantisipasi partisipasi rendah di sekolah umum atau negeri.
Kemudian, pemberian seragam sekolah dan jemputan sekolah, pemberian uang saku dan uang transportasi sekolah, pemberian beasiswa keluarga tidak mampu, pemberian beasiswa berprestasi baik akademik maupun non akademik.
Selanjutnya ada penerimaan siswa jalur khusus bagi penghafal Al-Qur'an, program Yuh Sekolah Maning, Sister School Sekolah Umum dengan Sekolah Luar Biasa (SLB), Siswa Asuh Sebaya (SAS), program Gerakan Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh), Smart Better, dan Sahabat Dikmas sebagai tindak lanjut dari program Gempita Perpus, dan lainnya.
Perlu diketahui, BRIN bersama Tanoto Foundation telah melakukan penelitian di lima daerah, yaitu Provinsi Jatim, Kabupaten Tegal, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jombang, dan Kota Mojokerto.
Penelitian tersebut dilakukan karena daerah tersebut dipimpin oleh kepala daerah perempuan dan ditetapkan sebagai daerah terinovatif oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri).
Adapun penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara, diskusi kelompok terpumpun, survei persepsi kepada pemangku kebijakan, dan studi dokumentasi kebijakan.
Penelitian itu dilakukan dengan alasan bahwa target Sustainable Development Goals (SDGs) akan berakhir pada 2030, dan masih rendahnya keterwakilan perempuan di sektor publik untuk jabatan strategis.
Baca juga: Raih Capaian SDGs Tertinggi, Dua Desa di Hulu Sungai Tengah Terima Penghargaan dari Kemendesa PDTT
Dari aspek pendidikan, Indonesia juga masih berkutat mengenai permasalahan akses dan mutu pendidikan, sehingga diperlukan inovasi para kepala daerah untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Untuk itu, BRIN melalui Organisasi Tata Kelola Pemerintahan Ekonomi dan Masyarakat (OR TKPEM) membentuk tim riset gender dan birokrasi.
Tim tersebut beranggotakan enam orang peneliti, lima dari PR Pemerintah Dalam Negeri dan satu orang dari PR Kebijakan Publik.
Untuk PR Pemerintah Dalam Negeri, yaitu Evi Maya Savira, Imam Radianto Anwar, Melati A Pranasari, Suci Emilia Fitri, dan RH Andri Ansyah. Sementara itu, PR Kebijakan Publik adalah Yanuar F Wismayanti,