Kesetaraan di depan hukum juga berarti bahwa hukum harus diterapkan secara konsisten dan tanpa pandang bulu, sehingga tidak ada individu atau kelompok yang diuntungkan dengan berlakunya berbagai pengaturan yang mampu melindungi dirinya.
Prinsip ini menjadi fondasi penting dalam mendorong keadilan, khususnya penegakkan korupsi yang telah menjadi penyakit kronis di Indonesia.
Kedua, koneksitas juga dibutuhkan dalam upaya pendalaman dan keahlian penanganan perkara. Misalnya dalam kasus ini, model-model dan perkembangan korupsi telah memiliki berbagai variasi dan cara.
Hal ini membutuhkan para penyidik maupun penyelidik yang dapat mencari barang bukti sesuai dengan keahlian khusus yang dimiliki.
Oleh karenanya, idealnya dibutuhkan penyidik, penyelidik, dan hakim yang ahli terkait tindak pidana khusus sebagaimana kasus yang terjadi saat ini.
Sejumlah perdebatan dan keraguan publik mencuat atas lemahnya kemampuan koneksitas sebagai unsur yang memperlambat penegakkan hukum atas tindak pidana korupsi. Tidak sedikit, bahkan yang menyayangkan pemohonan maaf KPK tersebut.
Hal ini dikarenakan objek tindak pidananya memang bukan merupakan pelanggaran kemiliteran, namun perkara umum. Selain itu, kedudukan dalam struktur Basarnas juga merupakan jabatan sipil, bukan jabatan militer.
Hal ini juga disiratkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Pasal 65 Ayat (2) UU TNI menyatakan bahwa prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.
Oleh karenanya, publik masih terus bertanya-tanya mengenai penyelesaian kasus korupsi yang melibatkan TNI aktif ini.
Di satu sisi, UU Peradilan Militer merupakan lex specialis dari UU Pidana pada umumnya. Namun, UU Korupsi juga merupakan lex specialis dari UU Pidana pada umumnya.
Keduanya memiliki posisi tersendiri yang menyebabkan adanya perbedaan pendapat mengenai kewenangan dan prosedur penyelesaian tindak pidana tersebut.
Keberadaan tim koneksitas diharapkan mampu memberikan percepatan dalam penanganan OTT Korupsi ini.
Publik tentu akan sangat kecewa manakala tim koneksitas justru memperlambat atau bahkan mengurangi derajat kesalahan atau aspek materil yang sebenarnya sudah terjadi.
Kekhawatiran publik ini sebenarnya sangat relevan disebabkan adanya kultur ego sektoral yang sudah lazim terjadi di berbagai institusi negara di Indonesia.