JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer dari Center for Intermestic and Diplomatic (CIDE) Anton Aliabbas berharap Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI menyampaikan perkembangan kasus dugaan suap di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) secara berkala.
Diketahui, Puspom TNI baru saja menetapkan Kepala Basarnas (Kabasarnas) Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
“Mengingat atensi publik sudah cukup tinggi terkait hal ini, maka transparansi dan akuntabilitas dari proses pengusutan kasus ini oleh Puspom TNI menjadi krusial. Dengan demikian, penjelasan dari Puspom TNI secara berkala menjadi penting untuk memastikan proses pengusutan ada dan berjalan maju,” kata Anton saat dihubungi, Senin (31/7/2023) petang.
Baca juga: Kasus Kabasarnas Berbuntut Panjang, Penempatan Perwira TNI di Lembaga Sipil Bakal Dievaluasi Total
Selain itu, lanjut Anton, kecepatan pengusutan kasus juga dapat berdampak positif bagi citra TNI secara keseluruhan.
“Bagaimanapun juga, kecepatan penanganan kasus ini bisa diartikan sebagai wujud komitmen tinggi dari pimpinan TNI dalam pemberantasan korupsi,” ujar Anton.
Adapun Puspom TNI telah menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas. Keduanya ditahan di instalasi tahanan militer milik Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Udara (AU), Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Dalam kasus itu, Afri diduga menerima uang dari pihak swasta yang nilainya mencapai Rp 999,7 juta.
Baca juga: Profil Letkol Arfi Budi Cahyanto, Anak Buah Kabasarnas yang Turut Jadi Tersangka Suap
Uang itu diterima Afri dari Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati bernama Marilya atau Meri terkait pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan di Basarnas.
Transaksi dilakukan Afri dan Marilya pada Selasa (25/7/2023) atau sesaat sebelum terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diduga, uang tersebut diterima Afri atas perintah Kabasarnas atau disebut dengan kode "dana komando".
“Yang terakhir adalah (Afri) melaporkan penggunaan 'dana komando' kepada Kabasarnas,” kata Komandan Pusat Polisi Militer TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko saat konpers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023).
Oleh Afri, uang tersebut diklaim sebagai dana hasil profit sharing atau pembagian keuntungan. Dalihnya, uang senilai hampir Rp 1 miliar itu diberikan untuk memenuhi kewajiban pembagian keuntungan dari pekerjaan yang telah dilaksanakan.
“Aliran 'dana komando' ini sedang kami dalami,” kata Agung.
Henri dan Afri dijerat dengan Pasal 12 a atau 12 b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Pakar: Status Tersangka Kabasarnas Tak Otomatis Gugur
Diketahui, baik Henri maupun Afri terlebih dulu ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023.
Namun, TNI menilai penetapan tersangka kepada dua personel aktif TNI AU tersebut menyalahi aturan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.