Akibatnya, pendekatan parpol pada anak muda sangat pragmatis: hanya mengejar artis dan influencer. Harapannya, artis dan influencer ini bisa mendatangkan efek ekor jas pada parpol bersangkutan.
Kelima, konstruksi politik Indonesia yang makin oligarkis, ditandai dengan munculnya elite kaya raya yang mempergunakan kekayaannya untuk mendominasi politik, termasuk menguasai parpol.
Oligarki membuat kehidupan politik menjadi terdominasi oleh segelintir elite, sehingga muncul istilah: lu lagi, lu lagi. Oligarki membunuh demokrasi dan regenerasi kepemimpinan di dalam partai.
Seruan parpol maupun pemerintah agar anak muda mau berpolitik, jika tidak disertai usaha membuka ruang politik agar semakin terbuka, kompetitif, dan inklusif, tidak lebih seperti raungan knalpot yang mencari perhatian di jalan raya.
Untuk itu, ada kebutuhan untuk melonggarkan syarat parpol peserta pemilu, mendemokratiskan kehidupan parpol, pembatasan biaya kampanye, penghapusan ambang batas parlemen dan pencalonan presiden/wapres, dan mempertimbangan kebijakan affirmative action untuk kaum muda pada kepengurusan parpol dan pengajuan calon legislatif.
Namun, anak muda perlu mengingat petuah Sukarno muda saat masih menggandrungi pemikiran Karl Marx: “Tak pernah suatu klas mau melepaskan hak-hak istimewanya dengan kemauan sendiri atau sukarela”.
Jadi, ada kebutuhan bagi anak muda untuk mendobrak sendiri struktur politik yang ada, dengan memperjuangkan sistem kepartaian dan pemilu yang semakin demokratis, terbuka, dan inklusif.
Selain itu, anak muda perlu menghadirkan terobosan politik: mendirikan parpol baru.
Di beberapa negara Asia, anak muda berhasil mendobrak kemapanan politik negerinya lewat kehadiran partai baru, seperti Partai Bergerak Maju (Move Forward Party) di Thailand, Ikatan Demokratik Malaysia (Malaysian United Democratic Alliance/MUDA) di Malaysia, dan Partai Kekuatan Baru/New Power Party (NPP) di Taiwan.
Merujuk dari berbagai survei, seperti Indikator dan KedaiKopi, generasi milenial dan Z sedang gelisah dengan isu perubahan iklim, korupsi, lapangan kerja, revolusi teknologi, perlindungan data pribadi, dan kesetaraan gender.
Sayangnya, parpol-parpol arus utama jarang menyentuh dan mengangkat secara serius isu-isu itu.
Isu-isu itu bisa menjadi, meminjam istilah Chantal Mouffe, “rantai kesamaan” (Chain of equivalence), menjahit anak muda yang datang dari sektor sosial dan profesi yang beragam, dari mahasiswa/pelajar, aktivis sosial, buruh, pengusaha, influencer, jurnalis, pekerja NGO, dan lain-lain.
Partai baru ini harus membawa tradisi baru pula ke dalam politik Indonesia: inklusif, demokratis, sadar teknologi, kreatif, dan inovatif.
Kalau itu bisa terjadi, kita bisa berujar: orang tua akan bernostalgia, sementara anak muda menciptakan sejarah baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.