Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudi Hartono
Penulis Lepas dan Peneliti

Penulis lepas dan pendiri Paramitha Institute

Wajah Politik Indonesia Menua, ke Mana Anak Muda?

Kompas.com - 26/07/2023, 11:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Rintangan politik

Persoalannya, anak muda bukan tak mau berpolitik. Buktinya, angka partisipasi pemilih muda justru sangat tinggi.

Hasil survei CSIS menunjukkan, sebanyak 85,9 persen anak muda mengaku menggunakan hak pilih pada pemilu 2014. Angka tersebut meningkat pada 2019 menjadi 91,3 persen.

Mari lihat kenyataan lain. Setidaknya, kalau melihat tahun 2019 dan 2020 lalu, ada momentum anak-anak muda tumpah-ruah ke jalan-jalan di hampir semua kota/kabupaten di Indonesia.

Majalah Tempo dan BBC menyebut demonstrasi itu sebagai yang terbesar setelah reformasi 1998. Mereka menggugat korupsi, konservatisme politik, dan dominasi oligarki.

Jadi, anggapan bahwa anak muda tidak menyukai politik masih perlu diperdebatkan.

Menurut saya, anak muda bukan enggan berpolitik, melainkan ruang politik Indonesia yang kurang terbuka bagi partisipasi kaum muda.

Memasuki gelanggang politik Indonesia tidaklah seperti berjalan melenggang bebas memasuki arena. Faktanya, ada banyak rintangan yang membuat politik Indonesia hanya bisa dimasuki anak muda keturunan darah biru (politik dinasti), keturunan kaya-raya, atau punya popularitas.

Pertama, persyaratan parpol peserta pemilu sangat berat, rumit, dan berbiaya mahal.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mengutip hasil penelitian Dr Marcin Walecki, ilmuwan politik asal Polandia, persyaratan parpol berbadan hukum sekaligus peserta pemilu di Indonesia merupakan yang terberat dan termahal di dunia.

Menurut penelitian Walecki, biaya yang diperlukan agar parpol menjadi peserta pemilu berkisar antara 10-15 juta dollar AS atau Rp 150-225 miliar.

Beratnya persyaratan parpol menuntut biaya yang sangat besar pula. Hal itu mempersempit peluang anak muda untuk menghadirkan parpol baru, terutama yang dibangun dari bawah dan berbasis gerakan sosial.

Kedua, parpol di Indonesia mengidap penyakit feodal: politik dinasti. Hampir semua parpol di Indonesia terjangkit penyakit politik dinasti. Kekuasaan tertinggi partai dipegang satu keluarga dan diwariskan turun-temurun.

Politik dinasti menutup peluang anak-anak muda Indonesia yang bukan keturunan darah biru politik untuk membangun karier politiknya di partai. Politik dinasti juga menutup peluang hadirnya gagasan baru.

Ketiga, politik yang transaksional dan berbiaya tinggi. Hasil riset menunjukkan, caleg DPR RI harus menyediakan dana minimal Rp 1 miliar - Rp 2 miliar, DPRD provinsi Rp 500 juta - Rp 1 miliar, dan DPRD kabupaten/kota Rp 300 juta.

Biaya politik yang mahal tentu saja memupuskan kesempatan banyak anak muda untuk berkiprah dalam politik. Sebab, tidak semua anak muda Indonesia kaya-raya.

Keempat, politik yang bertumpu pada figur/tokoh. Politik yang bersandar pada figur mengedepankan popularitas. Mereka yang digaet oleh partai, lalu diusung sebagai tokoh atau kandidat, adalah mereka yang populer dan berpotensi punya elektabilitas tinggi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com