JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Kesehatan yang baru saja disahkan DPR memantik sejumlah kekhawatiran. Salah satunya, kekhawatiran atas membanjirnya dokter spesialis asing yang akan masuk ke Indonesia karena aturan yang ada saat ini dinilai lebih longgar.
Jumlah dokter spesialis di Tanah Air sebelumnya memang masih menjadi persoalan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, rasio dokter spesialis di Indonesia hanya 0,12 per 1.000 penduduk, lebih rendah dibandingkan dengan median Asia Tenggara, 0,20 per 1.000 penduduk.
Sementara, rasio dokter umum 0,62 dokter per 1.000 penduduk di Indonesia, lebih rendah dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sebesar 1,0 per 1.000 penduduk.
Baca juga: Komisi IX DPR RI Bantah UU Kesehatan Muluskan Dokter Asing: Tidak Ada Itu, Ada Screening Ketat
Pada saat penyusunan UU Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dituding sebagai biang kerok pertumbuhan dokter spesialis di Tanah Air. IDI disebut-sebut mempersulit izin praktek karena mahalnya biaya pengurusan.
Namun, IDI membantah tudingan tersebut.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengungkapkan, keberadaan tenaga kerja asing memang dibutuhkan. Tak hanya di dunia kesehatan, kondisi serupa juga dibutuhkan di sektor lainnya.
Menurut Syahril, keberadaan tenaga kerja asing itu diperlukan untuk masa transisi.
"Selama Indonesia memerlukan atau masih kurangnya tenaga tadi, maka kita diperkenankan untuk mendatangkan sesuai dengan permohonan kebutuhan itu hadir," kata Syahril dalam diskusi daring, Sabtu (15/7/2023).
Baca juga: IDI Akui Sudah Bantu Dokter Diaspora Kembali, Kebanyakan Ngeluh soal Birokrasi
Namun demikian, ia membantah bila kedatangan dokter asing itu dipermudah. Sebab, ada persyaratan yang harus dipenuhi dokter-dokter tersebut sebelum bisa praktek di dalam negeri.
Misalnya, kedatangan mereka harus sesuai prosedur dan kebutuhan, serta harus ada alih teknologi.
"Jadi jangan sampai digoreng lagi semua dokter asing, emang mau dokter asing masuk ke Indonesia? Kan jauh, lebih mahal bayarannya. Jadi ke sini sesuai dengan permohonan, ada masa waktunya 2 tahun, juga harus ada alih teknologi," ucap Syahril.
Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo turut membela pemerintah. Menurutnya, beleid yang baru lahir ini tidak akan mempermudah dokter asing praktik di Indonesia. Sebab, ada aturan dan screening yang ketat sebelum mereka berpraktik.
Baca juga: UU Kesehatan Ramah Dokter Diaspora, Kemenkes: Pulang Dong, Kita Butuh Anda Semua...
"Kekhawatiran liberalisasi, kekhawatiran dokter asing masuk ke sini, coba baca semua tidak ada itu. Ada screening yang ketat, termasuk di pendidikan sekolah diatur di situ, begitu luar biasanya," kata Handoyo.
Politikus PDI Perjuangan ini mengatakan, UU Kesehatan sengaja dibentuk sebagai upaya untuk mentransformasi sistem kesehatan yang ada, sekaligus meningkatkan sistem ketahanan kesehatan.
Sebab saat pandemi pada tahun 2020 lalu, ia melihat sistem ketahanan kesehatan di dalam negeri masih sangat lemah dan rentan.