"Kita berangkat dari sisi krisis kemanusiaan kemarin, pandemi. Ketahanan kesehatan sangat rentan dan buruk sekali. Jadi silakan teman-teman baca pasti ada perbedaan yang signifikan antara UU kesehatan yang dulu dengan sekarang ini," bebernya.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Umum Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi menampik bila organisasi profesi menghambat pertumbuhan dokter spesialis dengan mempersulit terbitnya Surat Izin Praktik (SIP) dokter.
Isu itu mencuat seiring dengan pembahasan RUU Kesehatan beberapa waktu lalu. Menurut Adib, kalaupun ada dokter yang mempersulit terbitnya SIP, hal itu hanya dilakukan oleh segelintir oknum.
Adib mengeklaim, ketika pertama kali duduk sebagai orang nomor satu di organisasi tunggal kedokteran itu, dirinya justru menyelesaikan kasus penghalang-halangan praktik dokter di satu wilayah.
Namun demikian, ia tidak membantah kasus-kasus semacam itu mungkin saja terjadi di lapangan.
Baca juga: IDI Bantah Persulit Rekomendasi SIP untuk Dokter
"Pasti ada oknum, di mana pun, di institusi mana pun," ungkap Adib dalam program ROSI di Kompas TV bertajuk "UU Kesehatan Sah, Selamat Tinggal IDI", dikutip Jumat (14/7/2023) malam.
"Saya tidak katakan permainan. Karena kalau kita bicara permainan, bicara data, berapa persen yang dipersulit?" imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum IDI Mahesa Paranadipa menambahkan, selama ini pihaknya bahkan terus mendorong agar warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi diaspora di negara lain untuk menempuh pendidikan kedokteran pulang ke Tanah Air.
"Sebelum ada UU Kesehatan ini, kita sudah terlibat dalam membantu teman-teman dari diaspora kembali ke Tanah Air," ucapnya.
Baca juga: Soal Calo Pengurusan Izin Praktik Dokter, IDI Sebut Sudah Lakukan Penindakan
Soal diaspora dokter, Syahril menyebut bahwa UU Kesehatan yang baru justru memudahkan mereka untuk kembali dan berkarir di Indonesia.
Ia mengakui bahwa salah satu kendala lulusan kedokteran luar negeri praktik di dalam negeri adalah kurangnya peralatan canggih serta perlunya adaptasi.
Dalam upaya untuk mentransformasi sistem kesehatan, pemerintah berencana untuk menambah jumlah dokter dan dokter spesialis yang saat ini masih kurang.
"Jadi itu bagian dari masalah yang kita sebut dengan urgensi tadi. Jadi urgensi dibuatnya UU ini adalah salah satunya bagaimana diaspora ini dengan biaya sendiri, walaupun ada yang beasiswa (kuliah ke luar negeri), tapi ada yang mendapatkan kesulitan di dalam layanan sini," ucap Syahril.
Baca juga: IDI Bantah Ada Dokter Mundur dari Keanggotaan karena Dukung UU Kesehatan
Syahril mengungkapkan, jumlah tenaga medis yang kesulitan kembali ke Indonesia terbilang banyak. Mereka akhirnya memilih negara tetangga, termasuk Malaysia dan Singapura.
Kendati begitu, Syahril tidak mengingat pasti berapa jumlahnya.