JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum akan menyampaikan orasi pembelaan terkait kasus korupsi proyek Hambalang di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Sabtu (15/7/2023) pagi.
Orasi pembelaan tersebut akan disampaikan Anas usai didapuk menjadi Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara melalui forum musyawarah nasional (munas) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (14/7/2023).
Bendahara Umum PKN Mirwan Amir menyebut Anas akan menyampaikan orasi pembela bahwa dirinya tak menerima sepersen pun uang dari korupsi proyek Hambalang.
"Kenapa kita acarakan di Monas? Ya selama ini Anas dituduh bersalah soal Hambalang dan dia pernah menyatakan sepeser pun tidak mengambil harta itu dan dia berani untuk digantung di Monas," ujar Mirwan dalam konferensi pers di kantor DPP PKN, Menteng, Jakarta, Kamis (13/7/2023).
"Jadi pada saat itu, kita akan bacakan keputusan pengadilan, dia (Anas) tidak bersalah masalah kasus Hambalang," sambungnya.
Baca juga: Meski Hak Anas Jadi Pejabat Publik Dicabut, PKN Tetap Angkat Jadi Ketua Umum
Monas yang menjadi tempat orasi tersebut mengingatkan publik akan ucapan Anas saat membantah terlibat dalam kasus korupsi megaproyek pada 2012 silam.
Kala itu, Anas menyatakan siap digantung di Monas apabila terbukti terlibat dalam kasus Hambalang.
Berikut ucapan Anas kala itu:
Pada 2011, mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin menyebut Anas terlibat dalam kasus proyek Hambalang.
Nazaruddin membocorkan keterlibatan Anas ketika dalam pelarian ke luar negeri usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek wisma atlet Sea Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.
Tudingan ini ternyata membuat gerah Anas. Bahkan, ia menyatakan siap digantung di Monas apabila terbukti terlibat dalam kasus korupsi proyek Hambalang.
"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas di Kantor DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat (9/3/2012).
Ketika namanya kian santer dikaitkan dengan kasus ini, Anas mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu repot-repot mengurusi kasus Hambalang karena berdasar isu yang beredar di publik.
Baca juga: Bakal Orasi di Monas, Anas Mau Sampaikan Pembelaan soal Kasus Korupsi Hambalang
Ia menganggap pernyataan Nazaruddin yang pertama kali menyebut Anas terlibat dalam kasus itu sebagai ocehan dan karangan semata.
"Saya tegaskan, ya, KPK sebetulnya tidak perlu repot-repot mengurus soal Hambalang. Mengapa? Karena itu, kan, asalnya ocehan dan karangan yang tidak jelas. Ngapain repot-repot," ujarnya.
Dari "nyanyian" Nazaruddin. KPK pun melakukan penyelidikan. Anas lantas ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2013.
Anas baru ditahan pada Januari 2014. Sebulan setelahnya tepatnya 23 Februari 2014, dia menyatakan mundur dari ketua umum sekaligus kader Demokrat.
Vonis terhadap Anas dijatuhkan pada September 2014. Saat itu, Majelis Halim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Anas 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Anas dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya.
Namun, vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang meminta dia dihukum 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp 94 miliar serta 5,2 juta dollar AS.
Baca juga: PKN Gelar Munaslub: Anas Urbaningrum Jadi Ketum dan Bakal Orasi Politik di Monas
Tak terima atas vonisnya, Anas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pada Februari 2015, majelis hakim banding memutuskan memangkas hukuman Anas 1 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Namun, Anas tetap didenda Rp 300 juta. Kendati dijatuhi hukuman yang lebih ringan, Anas masih tak puas. Dia mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Pada Juni 2015, MA menyatakan menolak permohonan Anas. Majelis hakim kasasi yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar kala itu justru menjatuhkan vonis 14 tahun penjara ke Anas.
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut juga diharuskan membayar denda Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan.
Selain itu, Anas diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara. Namun, lima tahun berselang, MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Anas.
Pada September 2020, majelis hakim PK yang dipimpin Sunarto menyunat hukuman Anas 6 tahun. Dengan demikian, hukuman Anas berkurang drastis menjadi 8 tahun penjara.
Namun begitu, Anas tetap dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 57,9 miliar dan 5.261.070 dollar AS.
Selain itu, majelis hakim PK tetap menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah Anas menyelesaikan pidana pokok.
Setelah menjalani masa hukuman, Anas akhirnya bebas murni pada Senin (10/7/2023). Status bebas murni Anas diumumkan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung, Jawa Barat.
(Penulis: Maria Natalia, Tatang Guritno, Fitria Chusna Farisa | Editor: Tri Wahono, Diamanty Meiliana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.