Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Jokowi Tanyakan Urgensi Pasal Penghinaan Presiden di KUHP Baru...

Kompas.com - 14/07/2023, 07:30 WIB
Singgih Wiryono,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mempertanyakan urgensi pasal penghinaan presiden yang dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

Hal itu diceritakan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej dalam acara Kementerian Hukum dan HAM (Menkumham) Goest To Campus di Universitas Mataram, NTB, Kamis (13/7/2023).

Pertanyaan Jokowi itu disampaikan pada 2019, saat KUHP batal disahkan karena gerakan penolakan masa yang begitu masif.

"Ketika KUHP batal disahkan 2019, kami tim ahli dipanggil oleh Presiden. Presiden hanya bertanya dua pasal, satu pasal tentang pidana mati, satu pasal tentang pidana penghinaan Presiden," kata Eddy.

Baca juga: Wamenkumham: Kalau LGBT Diatur di KUHP, Akan Terjadi Penegakan Hukum yang Serampangan

Jokowi bertanya dengan nada meragukan pasal tersebut harus dicantumkan dalam KUHP.

"Saya kalau dihina juga enggak apa-apa, kan sudah biasa saya dihina," kata Eddy menirukan Jokowi.

Namun, para ahli hukum yang dipanggil Jokowi, salah satunya Eddy Hiariej, menegaskan bahwa pasal penghinaan terhadap Presiden bukan pasal untuk Jokowi.

Ia menyebutkan, pasal itu untuk melindungi negara dari kedaulatan dan martabat yang dimiliki.

"Bapak ibu bisa bayangkan tidak, apa logis, dalam KUHP di seluruh negara di dunia ada bab yang mengatur tentang penyerangan harkat martabat kepala negara," tutur Eddy.

"Bapak ibu bisa bayangkan harkat martabat kepala negara asing dilindungi oleh KUHP, masa kepala negara sendiri tidak? ibarat kita boleh maki-maki orangtua, tetapi tetangga kita puja-puji. Itu alasan kami tetap akui, itu tidak akan ada multi-interpretasi," imbuh dia.

Pasal-pasal terkait penghinaan kepala negara itu jelas memiliki dua indikator, yaitu memfitnah atau menista. Memfitnah dengan informasi bohong, atau menista dengan memberikan julukan dengan nama-nama hewan.

Ketentuan yang mengatur penghinaan presiden diatur dalam Pasal 217, 218, dan 219 Bab II Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pasal 217 berbunyi:

"Setiap Orang yang menyerang diri Presiden dan/atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lebih berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun."

Dalam hal ini, pidana penjara paling lama tiga tahun juga menanti setiap orang yang berada di muka umum melakukan penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden.

Baca juga: Cerita Indonesia Berhasil Pertahankan Pasal Kohabitasi di KUHP yang Ditentang Negara Barat

Hal tersebut tertuang dalam Pasal 218 ayat (1) Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Halaman:


Terkini Lainnya

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com