Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IDI Sindir Ada Pihak yang Kepentingannya Terhalang sehingga Dukung UU Kesehatan

Kompas.com - 14/07/2023, 05:43 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membantah fitnah yang dialamatkan kepada organisasi tersebut, bahwa mereka menjadi biang kerok sulitnya dokter berpraktik dan mengakibatkan rasio ketersediaan dokter di Indonesia rendah.

Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI Adib Khumaidi menjelaskan bahwa keadaan itu bukan disebabkan oleh adanya permainan di tubuh IDI untuk mempersulit izin praktik dokter.

Tuduhan ini mengemuka seiring penolakan IDI terhadap pembahasan Rancangan Undang-undang Kesehatan --kini telah jadi undang-undang-- yang dinilai bakal melemahkan organisasi profesi kesehatan.

"Saya coba luruskan, IDI bukan biang kerok. IDI sebagai penjaga profesi dianggap oleh satu kepentingan kelompok menghalangi kepentingannya," kata Adib dalam program ROSI di Kompas TV bertajuk "UU Kesehatan Sah, Selamat Tinggal IDI", Kamis (13/7/2023) malam.

Baca juga: IDI Bongkar Alasan Sempat Pilih Opsi Mogok Kerja Lawan Pengesahan UU Kesehatan

Adib menegaskan bahwa IDI merupakan penjaga profesi kedokteran yang tidak bisa ditangani negara, yakni sebagai asosiasi tenaga medis, meliputi pemahaman kedokteran, etik, dan kompetensi.

Ia mengungkit kembali Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XV/2017 yang menyatakan bahwa IDI sebagai organisasi tunggal kedokteran di Indonesia, sesuai Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Hal tersebut, menurut Adib, sudah menjadi kepastian hukum tersendiri untuk publik.

"Ketika sekarang dianggap (pihak lain sebagai) biang kerok, mohon maaf, tugas menjaga profesinya mungkin dianggap menghalangi kepentingan-kepentingannya," ungkapnya.

Sebagai informasi, UU Kesehatan yang disahkan DPR RI pada Selasa lalu merupakan beleid yang bersifat omnibus atau menggabungkan beberapa undang-undang menjadi satu.

Namun demikian, UU Kesehatan ini juga menghapus 9 undang-undang terkait keprofesian dan kesehatan.

Sembilan undang-undang itu adalah UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Menular, UU 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, UU Nomor 36 Tahun 2004 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kebidanan.

Baca juga: RUU Kesehatan, Kendaraan dari Negara Terjangkit Wabah Dilarang Turunkan Penumpang Sembarangan

Penghapusan undang-undang khusus yang beberapa di antaranya mengatur tentang organisasi profesi kesehatan ini dikhawatirkan akan berdampak pada kepastian hukum para profesional itu.

Ini diakui pula anggota Badan Legislasi DPR RI dari fraksi Partai Demokrat Santoso saat menemui pendemo di depan gedung DPR/MPR RI, pada Selasa (11/7/2023)

"Saudara semua tenaga kesehatan tidak dilindungi oleh negara. Itu harus kita tolak karena saudara adalah garda terdepan untuk kesehatan masyarakat," kata dia.

"Jika undang-undang di mana profesi kesehatan ditiadakan, maka profesi saudara tidak dihargai oleh negara dan posisi saudara akan sulit juga bekerja untuk rakyat," lanjut Santoso.

Sebelumnya, Komisi IX DPR RI juga sempat menerima kunjungan belasan organisasi profesi kesehatan yang mendukung disahkannya UU Kesehatan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

Nasional
Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Nasional
Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Nasional
Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Nasional
DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

Nasional
Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Nasional
Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Nasional
KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

Nasional
Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Nasional
KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

Nasional
Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang 'Insya Allah' Gabung Golkar, Mekeng: 'Nothing Special'

Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang "Insya Allah" Gabung Golkar, Mekeng: "Nothing Special"

Nasional
PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

Nasional
Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Nasional
Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com