Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang "Kompas": Sikap Tidak Hargai Pilihan Dianggap Faktor Terbesar Penyebab Polarisasi

Kompas.com - 11/07/2023, 07:26 WIB
Ardito Ramadhan,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jajak pendapat yang diselenggarakan Litbang Kompas pada 19-21 Juni 2023 menangkap sejumlah hal yang dianggap publik sebagai faktor penyebab keterbelahan atau polarisasi masyarakat.

Hasil survei menunjukkan, 27 persen responden menyatakan bahwa sikap saling tidak menghargai atau intoleransi menjadi sumber utama perpecahan ketika pemilu.

"Dari survei kali ini terlihat bahwa toleransi atau sikap menghargai pilihan orang lain menjadi faktor paling penting yang harus dijaga untuk mencegah terjadinya keterbelahan," tulis Litbang Kompas, dikutip dari Kompas.id, Senin (10/7/2023).

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Mayoritas Yakin Publik Tetap Bersatu pada Pemilu 2024

Faktor kedua yang harus diwaspadai adalah hoaks atau berita bohong.

Terdapat 22 persen responden survei ini yang menilai hoaks merupakan faktor utama di balik polarisasi.

Selain itu, publik juga menyoroti sikap para elite politik yang justru cenderung memecah belah masyarakat.

"Hampir seperlima responden meyakini, polarisasi politik disebabkan ulah politisi yang provokatif. Hal ini diperkuat juga dengan alasan lain, yakni munculnya fanatisme politik yang berlebihan (16 persen)," tulis Litbang Kompas.

Faktor lain yang dianggap menjadi biang terjadinya polarisasi adalah munculnya pendengung atau buzzer di media sosial, 6,5 persen responden menganggap buzzer akan memicu polarisasi politik pada Pemilu 2024.

Survei ini juga bertanya kepada publik mengenai langkah yang diperlukan agar tidak terjadi polarisasi, jawabannya selaras dengan temuan di atas.

"Lebih dari 28 persen responden, misalnya, menyatakan perlunya saling mengingatkan untuk bisa menghargai pilihan politik masing-masing agar polarisasi tidak terjadi," tulis Litbang Kompas.

Tak hanya itu, 23 persen responden lainnya juga menyampaikan pentingnya menghindari fanatisme politik.

Di samping itu, 19,2 persen responden menilai bahwa penyebar hoaks harus mendapatkan hukuman tegas agar keterbelahan bisa dicegah.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Publik Khawatir Polarisasi Terulang di Pemilu 2024

Tindakan serupa juga diharapkan bisa dilakukan oleh pemerintah kepada buzzer dan bahkan kandidat atau partai politik yang menyebar provokasi dan kebencian.

"Maka, untuk bisa menjaga keutuhan dan persatuan bangsa, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan dan inisiatif masyarakat. Dibutuhkan ketegasan untuk serius menghukum penebar kebencian, terutama di media sosial," tulis Litbang Kompas.

Hasil survei menunjukkan bahwa 49 persen responden dan 7 persen responden mengaku khawatir dan sangat khawatir polarisasi dapat kembali terjadi di Pemilu 2024.

Sebanyak 49,3 persen responden dan 18,8 persen responden pun khawatir kandidat pada Pemilu 2024 nanti akan menggunakan cara kampanye yang memecah belah masyarakat.

Jajak pendapat ini dilakukan oleh Litbang Kompas pada 19-21 Juni2023 terhadap 507 responden dari 34 provinsi yang berhasil diwawancarai.

Sampel ditentukan secara acak dari panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk setiap provinsi.

Dengan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error penelitian -/+ 4,35 persen dalam konidisi penarikan sampel acak sederhana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com