Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak RUU Kesehatan, Forum Guru Besar Layangkan Petisi ke Jokowi dan Puan Maharani

Kompas.com - 10/07/2023, 12:15 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gelombang penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan terus berlanjut. Kali ini, persatuan guru besar yang tergabung dalam Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) melayangkan petisi penolakan RUU Kesehatan pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua DPR RI Puan Maharani.

Petisi dilayangkan mengingat ada sejumlah isu yang dinilai berpotensi mengganggu ketahanan kesehatan bangsa. Para guru besar pun mengaku siap berkontribusi dan berkolaborasi dengan DPR serta pihak-pihak terkait untuk memperbaikinya.

"Karenanya, kami mengusulkan RUU ini ditunda pengesahannya dan kemudian dilakukan revisi secara lebih kredibel dengan melibatkan tim profesional kepakaran serta semua pemangku kepentingan," kata Dokter spesialis kandungan dan perwakilan FGBLP, Laila Nuranna Soedirman dalam konferensi pers secara daring, Senin (10/7/2023).

Baca juga: Alasan RUU Kesehatan Dibuat, Menkes: Banyak Dokter Bilang Gap Kita dengan Luar Negeri Jauh

Laila menyampaikan, setelah membaca, menelaah, dan mendiskusikan secara seksama berbasis evidence base tentang RUU Kesehatan, pihaknya mengidentifikasi sejumlah hal serius yang sangat perlu dipertimbangkan.

Pertama, kata Laila, penyusunan RUU Kesehatan tidak secara memadai memenuhi azas sosial pembuatan UU, yaitu azas krusial pembuatan undang-undang.

Azas-azas itu di antaranya, asas keterbukaan/transparan, partisipatif, kejelasan landasan pembentukan (filosofis, sosiologis, dan yuridis), serta kejelasan rumusan.

"Langkah-langkah perbaikan dan peningkatan kualitas perumusan serta partisipasi publik harus menjadi fokus untuk mencapai UU Kesehatan yang lebih komprehensif dengan kebutuhan masyarakat," ujarnya.

Baca juga: Soal Kelanjutan RUU Kesehatan, Jokowi: Itu Wilayahnya DPR

Kedua, menurut FGBLP, tidak ada urgensi dan kegentingan mendesak untuk pengesahan RUU Kesehatan.

Diketahui, RUU Kesehatan akan mencabut sembilan UU Terkait kesehatan dan mengubah empat UU Terkait. Padahal, hampir semua UU tersebut dinilai masih relevan digunakan.

"Tidak ditemukan adanya redudansi dan kontradiksi antara satu sama lain. Di saat yang sama, negara kita sedang menyiapkan sebuah hajatan demokrasi yang memerlukan perhatian serius, yaitu Pemilihan Umum," kata Laila.

Ketiga, berbagai aturan dalam RUU Kesehatan berisiko memantik destabilitas sistem kesehatan serta mengganggu ketahanan Kesehatan bangsa.

Baca juga: Pastikan RUU Kesehatan Pro Nakes, Anggota DPR: Kita Bukan Belain Organisasinya

FGBLP juga menilai sejumlah pasal-pasal dalam RUU Kesehatan tidak kondusif dan menunjukkan ketidakberpihakan pada ketahanan kesehatan bangsa yang adekuat.

Di antaranya, hilangnya pasal terkait mandatory spending yang tidak sesuai dengan amanah abuja declaration WHO. Lalu, munculnya pasal-pasal yang terkait ruang multi-bar bagi organisasi profesi.

Kemudian, adanya kemudahan bagi dokter asing untuk masuk ke Indonesia; implementasi terkait proyek bioteknologi medis termasuk proyek genome yang mengakibatkan konsekuensi pada bio sekuritas bangsa; serta kelima kontroversi terminologi waktu aborsi.

"Kami mohon dan berharap kiranya masukan ini menjadi pertimbangan serius bagi Bapak Presiden dalam menentukan proses selanjutnya dari RUU Kesehatan ini," ujar Laila.

Baca juga: Alasan RUU Kesehatan Dibuat, Menkes: Karena Saat Pandemi, Tak Ada Satupun Negara di Dunia Siap

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com