Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Politik Dinasti, Anak (Kakak Adik), Menantu, Istri Muda

Kompas.com - 08/07/2023, 10:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Yang lebih parah ketika keinginan berkuasa lebih luas itu demi memuaskan kepentingan diri, keluarga dan kelompoknya,” ujarnya.

Provinsi Banten (ini tahun 2013) adalah miniatur paling riil tentang politik dinasti yang sudah eksis sejak orde baru. Reformasi yang lebih terasa di permukaan tak mampu menyentuh provinsi ini.

“Bahkan pascareformasi, politik dinasti seperti mendapat pembenaran melalui sistem pemilihan langsung. Padahal praktis, semua pemilihan langsung tak lebih sekadar seremoni yang dipenuhi borok kecurangan dan keculasan politik,” tutur Miqdad.

Penulis artikel “Dinasti” ini juga mencatat, bahwa mekanisme kekuasaan mutlak memerlukan sistem fair, adil serta pengawasan super efektif. Tanpa sistem ini, katanya, peluang munculnya naluri dan ekspresi buas berkuasa manusia berpeluang tumbuh mekar.

“Pada tingkat serius, ketika sistem ini tak berfungsi, akan memekarkan kekuasaan berwujud dinasti. Anak, menantu, paman, ipar dan istri, semua diboyong menempati pos-pos kekuasaan dengan menggunakan berbagai cara yang kadangkala dikesankan sangat demokratis,” tegas Miqdad.

Miqdad juga menyarankan agar rakyat betul-betul dipersiapkan lewat pendidikan atau kecukupan secara ekonomi. Jangan sampai rakyat terkontaminasi virus politik uang, nepotisme, dan otorierianisme.

Jadi, Miqdad menyimpulkan, politik dinasti selalu mekar ketika naluri berkuasa tidak bisa dikendalikan.

Ketika kasus Ratu Atut dan Wawan ramai dibicarakan menjelang akhir 2013, mantan Menteri Penerangan dan mantan Ketua DPR MPR, H Harmoko juga memberi catatan yang dikaitkan dengan para calon legislatif (caleg) untuk pemilihan umum 2014.

Harmoko dalam artikelnya berjudul “Tidak Punya Urat Malu” dimuat dalam buku berjudul “Tantangan Pemerintahan 2014 -2019" menuliskan tentang adanya politik kekerabatan atau politik dinasti dalam daftar caleg yang masuk Komisi Peilihan Umum (KPU).

Harmoko menyebutkan, politik dinasti itu disebut sebagai AMPIBI (anak, menantu, ponakan, ipar, besan dan istri).

Sementara itu, dalam buku berjudul “Sambernyawa Menggugat Indonesia” terbit 2011, penulis Soeryo Soedibyo Mangkuhadiningrat menuliskan tentang nikmat kekuasaan yang selalu membuat penguasa terlena.

Faktor nikmat kekuasaan inilah, katanya, yang membuat kekuasaan itu perlu dibatasi dengan konstitusi. Tapi konstitusi tertulis bukan jaminan mutlak. Bisa saja konstitusi disiasati.

Setelah gerakan reformasi membatasi jabatan dua periode, haus kekuasaan tetap sebagai ancaman untuk melakukan “akal-akalan” licik lewat survei atau berbagai cara lainnya.

Penulis “Sambernyawa Menggugat Indonesia” ini memperlihatkan contoh yang terjadi di negeri ini, di mana penguasa dengan berbagai cara membuka jalan estafet kekuasaan kepada anak, istri atau bahkan tanpa malu kepada istri mudanya.

Hal ini memang terjadi di tingkat daerah, tapi, katanya, bisa menjalar ke tingkat nasional.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com