JAKARTA, KOMPAS.com - Ribuan pemilih tak dicoret Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 kendati rawan tidak memenuhi syarat. Situasi ini dilematis.
Di satu sisi, KPU telah mengerjakan tugasnya dengan baik untuk menjaga hak pilih warga negara yang dijamin konstitusi.
Di sisi lain, hal ini dapat bermuara pada surplus surat suara yang rawan disalahgunakan oknum tak bertanggung jawab.
Baca juga: Setelah Penetapan DPT Pemilu 2024, lalu Apa?
Data pemilih rawan tak memenuhi syarat ini terungkap dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Nasional Penetapan DPT Pemilu 2024 di Kantor KPU RI, Minggu (2/7/2023).
Di Jakarta Timur, misalnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyurati KPU soal adanya 448 pemilih meninggal dunia masuk ke dalam DPT.
Hasil tindak lanjut KPU, hanya 239 yang ditemukan akta kematiannya sehingga dicoret dari DPT.
Masih ada 209 pemilih meninggal dunia yang tidak bisa dicoret KPU karena dinas kependudukan dan pencatatan sipil disebut belum dapat mengonfirmasi keberadaan dokumen/bukti akta kematiannya.
Ini tak terlepas dari pendekatan de jure dalam pemutakhiran daftar pemilih sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dengan pendekatan de jure, untuk memasukkan atau mengeluarkan seseorang dari daftar pemilih di TPS tertentu, dibutuhkan dokumen absah menerangkan status pemilih.
Baca juga: Ribuan Pemilih Tak Dikenal Masuk DPT, Pakar Minta KPU Antisipasi Pemilih Siluman
Contoh lain, keberadaan pemilih tak dikenal yang tak bisa dicoret dari KPU karena pemilih tersebut ditemukan di dalam data kependudukan.
Di Ternate, Maluku Utara, mulanya ada 15.102 pemilih yang tidak dapat ditemui dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit).
Setelah dicermati ulang, jumlah pemilih tak dikenal ini masih tersisa 13.743 orang.
KPU Ternate disebut telah bersurat ke pemerintah desa/kelurahan masing-masing untuk melampirkan surat keterangan bahwa pemilih tak dikenal itu bukan penduduk setempat.
Namun, bukti hitam di atas putih yang diharapkan dapat menjadi dasar KPU mencoret mereka dari Daftar Pemilih Sementara (DPS) itu tak kunjung diterbitkan pemerintah desa/kelurahan itu.
Situasi sejenis terjadi di Palopo, Sulawesi Selatan. Ada 15 pemilih tak dikenal yang status datanya masih menanti kepastian dari pihak kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil).