Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Pemilih Tak Dicoret KPU dari DPT, antara Hak Pilih dan Kemungkinan Surplus Surat Suara

Kompas.com - 04/07/2023, 10:11 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ribuan pemilih tak dicoret Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 kendati rawan tidak memenuhi syarat. Situasi ini dilematis.

Di satu sisi, KPU telah mengerjakan tugasnya dengan baik untuk menjaga hak pilih warga negara yang dijamin konstitusi.

Di sisi lain, hal ini dapat bermuara pada surplus surat suara yang rawan disalahgunakan oknum tak bertanggung jawab.

Baca juga: Setelah Penetapan DPT Pemilu 2024, lalu Apa?

Ribuan pemilih tak dikenal dan wafat tanpa akta

Data pemilih rawan tak memenuhi syarat ini terungkap dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Nasional Penetapan DPT Pemilu 2024 di Kantor KPU RI, Minggu (2/7/2023).

Di Jakarta Timur, misalnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyurati KPU soal adanya 448 pemilih meninggal dunia masuk ke dalam DPT.

Hasil tindak lanjut KPU, hanya 239 yang ditemukan akta kematiannya sehingga dicoret dari DPT.

Masih ada 209 pemilih meninggal dunia yang tidak bisa dicoret KPU karena dinas kependudukan dan pencatatan sipil disebut belum dapat mengonfirmasi keberadaan dokumen/bukti akta kematiannya.

Ini tak terlepas dari pendekatan de jure dalam pemutakhiran daftar pemilih sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dengan pendekatan de jure, untuk memasukkan atau mengeluarkan seseorang dari daftar pemilih di TPS tertentu, dibutuhkan dokumen absah menerangkan status pemilih.

Baca juga: Ribuan Pemilih Tak Dikenal Masuk DPT, Pakar Minta KPU Antisipasi Pemilih Siluman

Contoh lain, keberadaan pemilih tak dikenal yang tak bisa dicoret dari KPU karena pemilih tersebut ditemukan di dalam data kependudukan.

Di Ternate, Maluku Utara, mulanya ada 15.102 pemilih yang tidak dapat ditemui dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit).

Setelah dicermati ulang, jumlah pemilih tak dikenal ini masih tersisa 13.743 orang.

KPU Ternate disebut telah bersurat ke pemerintah desa/kelurahan masing-masing untuk melampirkan surat keterangan bahwa pemilih tak dikenal itu bukan penduduk setempat.

Namun, bukti hitam di atas putih yang diharapkan dapat menjadi dasar KPU mencoret mereka dari Daftar Pemilih Sementara (DPS) itu tak kunjung diterbitkan pemerintah desa/kelurahan itu.

Situasi sejenis terjadi di Palopo, Sulawesi Selatan. Ada 15 pemilih tak dikenal yang status datanya masih menanti kepastian dari pihak kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil).


Sementara itu, di Tuban, Jawa Timur, ada 52 pemilih terdaftar dalam 1 kartu keluarga (KK).

Lagi-lagi, KPU tidak bisa mencoretnya karena nihil bukti dari dukcapil yang mendukung anggapan bahwa data ini ganjil.

Di Tulungagung, Jawa Timur, 143 pemilih pindah domisili tak dicoret dari TPS asal sebab ketiadaan bukti pindah domisili.

KPU taat undang-undang

UU Pemilu menetapkan syarat pemilih adalah WNI berusia 17 tahun ke atas yang dibuktikan dengan KTP elektronik/KK/paspor atau sudah menikah/pernah menikah.

Baca juga: KPU Jamin 4 Juta Pemilih di DPT yang Belum Punya KTP Tetap Bisa Nyoblos

Selain itu, hanya anggota TNI/Polri atau orang yang dicabut hak politiknya secara inkrah yang tidak bisa memilih.

Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI Betty Epsilon Idroos menegaskan bahwa pihaknya tunduk pada ketentuan itu.

"Selama dia memenuhi persyaratan, dia tidak bisa kita hapus. Secara de jure, data administrasi kependudukan mereka masih di sana," ujar mantan Ketua KPU DKI Jakarta itu kepada Kompas.com, Senin (3/7/2023).

Ia memberi ilustrasi kasus yang pernah ia dapatkan di Ibu Kota. Ia bercerita, banyak korban gusuran tetap datang ke TPS pada hari pemungutan suara di lokasi rumah mereka yang digusur.

Baca juga: Sejumlah Data Belum Final, Bawaslu Dorong Perbaikan DPT Pemilu 2024

Padahal, selama coklit, mereka tak dapat dijumpai petugas karena telah digusur, sehingga terkategori sebagai pemilih tak dikenal.

Lalu, tak sedikit pula warga Ibu Kota yang sebetulnya sudah pindah domisili ke luar kota, tetapi tak tertib administrasi kependudukan.

Akibatnya, mereka masih tercatat di alamat asal dan tak ditemui panitia pemutakhiran data pemilih (pantarlih) selama proses coklit.

Betty menegaskan, walau demikian, KPU tak serta-merta mencoret mereka, tetapi tetap mendaftarkan mereka di TPS sesuai alamat di data kependudukan.

KPU, kata dia, menghindari kemungkinan orang itu kadung dicoret, tetapi muncul pada hari pemungutan suara dan kehilangan hak pilihnya karena tak terdaftar di DPT.

Jika mereka tak ingin mencoblos di TPS asalnya, mereka dipersilakan mengurus "pindah memilih".

Hal yang terpenting, mereka sudah masuk DPT walau diasumsikan bakal mencoblos di alamat sesuai data kependudukan.

Baca juga: 17 Polisi Pensiun di NTB Dicoret dari DPT Pemilu 2024

Sementara itu, khusus pemilih meninggal dunia yang tak dicoret dari DPT, KPU mengeklaim akan menungggu data kependudukan teranyar dari pemerintah hingga 14 Februari 2024.

Apabila ada pemilih di DPT yang diketahui meninggal dunia hingga pemungutan suara, KPU akan memberinya tanda.

"Sebagaimana pengalaman pemilu yang lalu, untuk DPT yang dicatat di TPS, akan kita tandai dengan warna abu-abu biasanya, bahwa yang bersangkutan tidak memenuhi syarat karena mungkin meninggal dunia atau kondisi lain," kata Betty.

Hati-hati pemilih siluman

Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini meminta KPU mengantisipasi adanya pemilih yang mengaku-ngaku sebagai pemilih yang terdaftar di dalam DPT.

Titi mengingatkan, dengan data seperti itu, petugas TPS dan pengawas harus teliti betul dan mengawasi secara ketat pemilih yang datang.

Baca juga: Fakta Unik DPT Pemilu 2024, Salah Satunya Pemilih dengan Nama 1-2 Huruf

Ia khawatir, data tadi bisa menjadi celah penyalahgunaan dan manipulasi suara.

"Misalnya saja, pada 2019 lalu terdapat 35 orang yang dihukum karena menggunakan hak pilih dengan mengaku dirinya sebagai orang lain," kata Titi kepada Kompas.com pada Senin malam.

"Jangan sampai data pemilih (yang berpotensi) tidak memenuhi syarat tersebut akhirnya bisa memicu terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan pemungutan suara nanti," ujar dia.

Titi mengakui bahwa pencoretan data warga harus hati-hati.

Namun, DPT tetap harus dibuat sepresisi mungkin sesuai kondisi demografis yang ada, sehingga mengurangi peluang surplus surat suara yang bisa dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab.

Ia berharap, KPU bisa membuat terobosan hukum.

"Mestinya bisa dibuat terobosan hukum dengan mengatur bahwa sepanjang ada minimal 2 saksi yang bisa mengonfirmasi bahwa memang warga tersebut tidak memenuhi syarat sebagai pemilih, maka KPU bisa menghapus data tersebut dari DPT," kata Titi.

Baca juga: KPU Tetapkan DPT Luar Negeri 1,7 Juta, Partai Buruh: Pekerja Migran Indonesia 4 Juta Lebih

Sementara itu, Plh Ketua Bawaslu RI Lolly Suhenty mendorong DPT Pemilu 2024 diperbaiki. Ia menyinggung kejadian tahun 2019 ketika KPU membuka ruang perbaikan DPT sampai 3 kali.

Ia juga mengutip ucapan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Nasional Penetapan DPT bahwa daftar pemilih itu ditetapkan dengan memperhatikan catatan Bawaslu terkait sejumlah data yang belum final.

Lolly menegaskan, perbaikan DPT bukan sesuatu yang tabu demi memenuhi hak pilih warga negara dan presisinya pencetakan surat suara.

Bawaslu mendorong agar KPU segera mengadakan forum bersama Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.

"PR itu akan kita selesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama," kata Lolly ketika dihubungi Kompas.com pada Senin siang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Nasional
Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Nasional
Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Nasional
Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com