KPU baru saja menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2024 (2/7). Jumlahnya 204.807.222 pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya di 823.220 Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Dibanding Pemilu terakhir, jumlah pemilih tersebut naik sebanyak 14.027.253. Dengan pemilih perempuan lebih banyak 370.216 dibanding pemilih laki-laki.
Salah satu fungsi penetapan DPT jauh-jauh hari sebelum pemungutan suara adalah untuk mengejar ketepatan logistik pemilu.
Agar ratusan juta surat suara dengan puluhan ribu varian desainnya dapat dikejar produksi dan distribusinya, termasuk disusulkan jika ada yang kurang, rusak bahkan salah alamat. Pengiriman hingga ke 128 perwakilan Indonesia di mancanegara.
Tidak hanya itu, penetapan DPT juga disertai dengan penetapan jumlah TPS. Jumlah ini untuk menetapkan kepastian berapa banyak kotak suara dan bilik suara yang disediakan, formulir yang dicetak, tinta yang diproduksi hingga penyiapan honorarium bagi para petugasnya.
Penetapan TPS juga untuk membantu Bawaslu dalam memastikan kebutuhan pengawas TPS dan peserta pemilu untuk segera memetakan para saksinya. Demikian juga memudahkan pemantau pemilu untuk mendistribusikan relawan.
Semakin siap aparatur pengawas, saksi dan pemantau dalam menentukan di mana akan mengawasi, maka akan semakin menunjang terhadap integritas pemilu 2024.
Masalahnya, semakin jauh waktu penetapan DPT dengan hari pemunguatan suara, maka akan semakin mengurangi akurasi data tersebut.
Setidaknya ada jeda tujuh bulan dari Juli 2023 hingga Januari 2024 yang sangat potensial mengurangi akurasi dari DPT yang telah ditetapkan. Sementara untuk melakukan perubahan DPT perlu mendapatkan rekomendasi dari proses penindakan di Bawaslu.
Setidaknya ada tiga faktor yang mengurangi akurasi daftar pemilih, yaitu perpindahan penduduk, angka kematian, dan perekaman KTP-elektronik.
Perpindahan penduduk terjadi karena pekerjaan, pernikahan, perdagangan hingga melanjutkan pendidikan.
Dalam catatan Kemendagri, perpindahan penduduk mencapai 6,5 juta per tahun. Pada tahun 2019 di mana Pemilu terakhir dilaksanakan, BPS mencatat sebanyak 11,1 persen total penduduk Indonesia merupakan penduduk migran seumur hidup, sedangkan 2,2 persen lainnya merupakan penduduk yang pernah pindah dalam 5 tahun terakhir (migren risen).
Perpindahan penduduk inilah yang pada akhirnya mengubah informasi penting dalam DPT, yaitu alamat dan lokasi TPS.
Keterangan yang sebelumnya sudah benar pada akhirnya menjadi tidak akurat. Pemilih yang terdaftar di tempat sebelumnya pada akhirnya berpotensi tidak dapat menggunakan haknya.
Faktor berikutnya adalah kematian yang terjadi setelah DPT ditetapkan hingga hari pemungutan suara.