Ali berharap pemerintah bersikap tegas terhadap NII dengan mencari bukti-bukti yang mengarah adanya tindakan makar, lalu mengambil tindakan hukum.
Selain itu, kata Ali, pemerintah perlu mencegah sumber-sumber normatif yang menyuburkan radikalisme dan gagasan negara Islam.
Secara terpisah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merilis sikap resmi terkait dengan NII.
Pernyataan sikap itu ditandatangani oleh KH Ma'ruf Amin yang saat itu menjabat sebagai Ketua MUI, dan Sekretaris Jenderal MUI HM Ichwan Sam.
Baca juga: Wali Santri Ponpes Al Zaytun Laporkan Balik Pendiri NII Crisis Center ke Polri
Dalam pernyataan sikap MUI menegaskan, segala bentuk pemaksaan kehendak untuk mengubah kesepakatan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 merupakan perbuatan makar. Tindakan ini harus segera dicegah, ditindak, serta diberantas.
Setiap upaya pengkhianatan terhadap kesepakatan bangsa Indonesia dan pemisahan diri (separatisme) dari NKRI yang sah dalam pandangan Islam termasuk bughot. Adapun bughot haram hukumnya dan wajib diperangi oleh negara.
Namun, Panji Gumilang, yang juga pimpinan Al-Zaytun membantah tudingan itu.
"Soal NII yang diributkan akhir-akhir ini, sebenarnya barangnya sudah tidak ada. NII sudah mati. Dalam sejarahnya, memang ada NII yang diproklamasikan tahun 1949 dan diperjuangkan sampai 1962. Setelah itu NII selesai. Bahkan, pendirinya sudah menganjurkan pengikutnya agar kembali ke bumi pertiwi Indonesia," katanya pada 2011.
Belum lama ini Panji juga menyebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mencerminkan akhlak Islami dalam merespons polemik itu.
"Majelis ulama telah memvonis (Al-Zaytun sesat) sebelum tabayyun. Setelah memvonis baru lakukan tabayyun. Ini justru keluar dari akhlak Islam dan itu bukan kelakuan umat Islam. Umat Islam itu tabayyun dahulu baru mengatakan sesuatu," kata Panji, dikutip dari TribunJabar.id, Senin (26/6/2023).
Panji pun menceritakan situasi saat dia menghadiri undangan Tim Investigasi di Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Jumat (23/6/2023) malam, untuk mengklarifikasi dugaan adanya ajaran sesat di Ponpes Al-Zaytun.
Panji menyampaikan, dia bisa saja memberikan jawaban saat itu juga, tetapi agar Tim Investigasi mendapat informasi yang lengkap, Panji pun mengundang mereka untuk datang ke Al-Zaytun.
"Dan itu disepakati. Bersama sepakat, sampai tiga kali ngetuk meja tanda sepakat," ujar Panji.
"Jadi salah kalau ada orang mengatakan Panji Gumilang tak bersedia menjawab. Itu salah, mungkin mendapatkan informasi sesat khususnya dari Majelis Ulama. Majelis Ulama ini sudah menanam kebencian terhadap Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang dan Al-Zaytun," imbuhnya.
Terkait soal tanah Ponpes Al-Zaytun, Panji pun memastikan bahwa pihaknya telah memiliki sertifikat dan persoalan itu telah selesai.
Baca juga: Keluarga Bela Panji Gumilang, Yakin Al-Zaytun Difitnah
"Saya berpesan, Bangsa Indonesia seluruhnya, jangan terprovokasi oleh sikap Majelis Ulama yang tidak berakhlak, menuduh orang baru ber-tabayyun," ungkapnya.
"Kembalikan semua ke Pancasila. Jangan ke Majelis Ulama, penghasut, ciri-ciri penghasut menghukum baru tabayyun," tandasnya.
Gerakan NII diduga merupakan kelanjutan dari gerakan yang digagas Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, yakni Darul Islam dengan tujuan mendirikan Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1949.
Baca juga: Ken Setiawan Beberkan Cerita Awal Al-Zaytun Dibentuk oleh Pentolan NII
Setelah Kartosuwiryo tertangkap dan dieksekusi pada 1962, gerakan itu pecah menjadi 2 kelompok.
Pertama adalah NII Fillah yang merapat kepada rezim Orde Baru dan dibina oleh tokoh intelijen Ali Moertopo.