Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Eng. Alfian Akbar Gozali
Dosen & Manajer Pengembangan Produk TI Telkom University

Dosen Telkom University, Penulis Buku Kecerdasan Generatif Artifisial

Ancaman Artificial Intelligence pada Pemilu 2024

Kompas.com - 30/06/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sudah tidak terhitung bagaimana komunitas AI mengacukan petisi, bahkan tuntutan pada OpenAI untuk menghentikan aktivitas pembuatan model AI terbarunya, GPT-5.

Mereka yang mengajukan petisi bukan sembarang orang, di antaranya Elon Musk (CEO Tesla, SpaceX, dan Twitter), Steve Wozniak (co-founder Apple), Emad Mostaque (CEO DeepMind), serta para ahli AI lain.

Apakah alasan mereka mengajukan petisi karena ChatGPT kurang cerdas? Tidak, ChatGPT sudah sangat-sangat cerdas.

Alasan mereka mengajukan petisi karena kecerdasan ChatGPT belum terkontrol dan terjelaskan dengan baik. Istilah teknisnya belum responsible dan explainable.

Namun, kita bisa melihat dari sisi sebaliknya. Bayangkan jika "Buzzer" dan "Digital Twin" digunakan untuk meningkatkan elektabilitas seorang calon.

Dengan mengombinasikan data yang sangat spesifik tentang pemilih dan model AI yang canggih, kampanye politik dapat berubah menjadi lebih berorientasi pada pemilih. Mereka dapat membuat pesan yang benar-benar sesuai dan berarti bagi pemilih.

Lebih jauh lagi, AI sangat berpotensi digunakan pemerintah dalam kampanye untuk meningkatkan jumlah pemilih pada Pemilu 2024 kelak. Pada Pemilu 2019, tingkat partisipasi baru mencapai angka 81 persen.

Sebagai bangsa, kita harus sadar bahwa AI memiliki potensi besar untuk memengaruhi pesta demokrasi kita. Itulah mengapa pemerintah harus bergerak cepat untuk merumuskan regulasi yang akan melindungi kita dari penggunaan yang tidak etis dan berbahaya dari AI dalam politik.

Pemerintah harus memastikan bahwa teknologi ini digunakan untuk kebaikan bersama, bukan untuk menciptakan retakan di dalam masyarakat.

Mungkin akan datang suatu hari, ketika kita bangun pagi hari dan menyadari bahwa pesta demokrasi kita telah diambil alih oleh mesin AI.

Namun, dengan kesadaran dan pengetahuan yang tinggi, didukung oleh regulasi yang tepat, kita dapat dengan tenang menghadapinya.

Pemerintah harus memastikan AI digunakan untuk tujuan baik agar menciptakan pesta demokrasi yang lebih baik, lebih luber, lebih jurdil, dan lebih mewakili semua suara masyarakat.

Pemerintah juga harus memastikan bahwa pesta demokrasi kita tetap menjadi perayaan kebebasan. Bukan malah menjadi panggung perang antar "Buzzer" para elit politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com