Tak hanya itu, data genom manusia juga dapat digunakan untuk tindakan preventif. Dengan mengetahui hasil analisis data genom, faktor risiko seseorang dapat diungkap, seperti penyakit atau gangguan tertentu.
Dengan cepatnya deteksi terhadap suatu penyakit, semakin cepat pula penanganan atau antisipasi terhadap risiko penularan kepada orang lain.
Ririn juga menyebutkan, BGSi dapat membuat penanganan kesehatan menjadi lebih presisi dan personal, mengingat penyakit yang sama tidak selalu membutuhkan obat atau treatment yang sama.
“Tidak ada satu treatment yang bisa dipakai dan sesuai untuk semua orang. Yang paling tidak diinginkan dari efek treatment itu adalah efek negatifnya. Bukannya sembuh malah dapet efek samping. Itu mungkin terjadi. Kita bisa tahu dari DNA pasien,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Paru Pompini Agustina Sitompul mengatakan, pemanfaatan BGSi bermanfaat dalam menekan kasus TBC, utamanya kasus TBC resisten obat.
Baca juga: Mengenal Manfaat Pengurutan Genom Manusia Bagi Kesehatan
Saat ini, pemerintah menerapkan tes cepat molekuler (TCM) untuk menangkap gen resisten pada pasien yang mengalami atau dalam pengobatan TBC.
TCM dapat memotong deteksi kuman Mycobacterium tuberculosis (MTB) dalam satu atau dua hari dibandingkan tes biasa yang bisa memakan waktu empat hingga delapan minggu.
“Penggunaan TCM ini bisa memberikan hasil dengan cepat sehingga kami, misalnya, menemukan ada uman MTB yang resisten terhadap satu obat tertentu,” ujarnya.
Dia menegaskan, ketepatan obat dalam menangani TBC sangat penting. Hal ini karena kemampuan obat untuk membunuh bakteri diperlukan dalam menghindari resistensi bagi pasien yang sudah sembuh.
Sebagai informasi, kasus TBC di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Per 2022, sebanyak 824.000 orang di Indonesia menderita TBC dan diperkirakan sebanyak 93.000 orang meninggal setiap tahunnya.
Baca juga: Pemeriksaan Genome Sequencing untuk Atasi Tuberkulosis Kebal Obat
Pompini mengatakan, kenaikkan kasus TBC di Indonesia tergolong cepat. Sementara itu, penggunaan TCM saat ini baru dapat mengetahui satu jenis gen terhadap obat.
Untuk itu, dia mendorong pemeriksaan TBC menggunakan targeted sequencing terhadap obat dengan melihat gen-gen apa saja yang resisten. Dengan demikian deteksi dan penanganan terhadap pasien TBC dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.
“Dengan melakukan targeted sequencing yang diinisiasi secara nasional, kami akan menangkap lebih cepat dan banyak informasi resistensi sehingga dapat menentukan obat yang tepat lebih cepat,” terangnya.
Pompini menegaskan, tujuan penggunaan BGSi dalam penanganan TBC adalah memperkuat diagnosis TBC resistensi obat yang diharapkan berdampak positif pada manajemen klinis.
Sementara itu, Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes L Rizka Andalusia mengatakan, keterbatasan jumlah laboratorium dapat berdampak pada waktu pengobatan pasien yang lebih lama.