JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan bahwa Indonesia masih kekurangan 31.481 dokter spesialis untuk melayani 277.432.360 penduduk pada 2023.
Berdasarkan Surat Tanda Registrasi (STR) aktif di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada April 2023, jumlah dokter spesialis saat ini hanya mencapai 46.200 dokter. Padahal, Indonesia memiliki target rasio 0,28 per 1.000 penduduk pada 2025.
"Untuk melayani 277 juta penduduk Indonesia, kita masih kekurangan dokter spesialis. Di mana ketersediaan saat ini 46.200 dokter spesialis, kita masih kekurangan sekitar 31.481 dokter spesialis secara total," kata Direktur Penyediaan Tenaga Kesehatan, Kemenkes, Oos Fatimah dalam konferensi pers secara daring, Senin (26/6/2023).
Baca juga: Kemenkes Anjurkan Kini Suntik Vaksin Polio Dua Dosis
Oos lantas membandingkan rasio dokter spesialis di Indonesia dengan negara maju lainnya. Di Inggris misalnya, spesialis kardiologi memiliki rasio 0,053; berbanding jauh dengan Indonesia yang hanya 0,001.
Begitu pula dengan dokter spesialis anestesi di Australia yang memiliki rasio 0,226; berbanding jauh dengan Indonesia yang hanya 0,011.
"Kalau kita bandingkan negara lain seperti Inggris, Australia, AS, kita lihat bahwa masih jauh. Untuk spesialis jantung dan pembuluh darah, kita masih 0,001, begitu juga untuk anestesi, bedah, dan lainnya," tutur Oos.
Sejauh ini kata Oos, hanya ada lima dari 38 provinsi di Indonesia yang memiliki dokter spesialis jantung memadai. Data ini dilihat berdasarkan target rasio per 1.000 penduduk per jenis spesialis.
Baca juga: 11 Dokter Spesialis Diterjunkan di KRI dr Wahidin Sudirohusodo Amankan KTT ASEAN
Saat ini, masih terdapat 29 provinsi yang kekurangan dokter spesialis jantung.
Lalu, 31 provinsi kekurangan dokter spesialis anak, 28 provinsi kurang dokter spesialis penyakit dalam, 23 provinsi kurang spesialis obgyn, 33 provinsi kekurangan dokter spesialis radiologi, paru, dan BKTV, hingga 29 provinsi kekurangan dokter spesialis saraf.
"Dokter spesialis organ (kekurangan di) 23 (provinsi), spesialis bedah 28 provinsi, dan seterusnya. Sehingga kalau kira rata-ratakan maka sekitar 30 provinsi di Indonesia masih kekurangan dokter spesialis," jelas Oos.
Selain kekurangan dari segi jumlah, Oos menyebut, Indonesia juga memiliki permasalahan distribusi. Dari 38 provinsi di Indonesia, hanya ada tiga provinsi dengan jumlah dokter spesialis memadai atau melebihi target rasio, yaitu DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Bali.
Beberapa jenis spesialisasi di Gorontalo juga lebih dari target rasio, yaitu dokter spesialis penyakit dalam, obgyn, anestesi, patologi klinik, dan bedah saraf.
"Sedangkan provinsi yang hampir semua spesialis kekurangan, seperti NTT, Papua, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, itu daerah-daerah timur. Ini menunjukkan distribusi dokter yang tidak merata," jelasnya.
Baca juga: Kemenkes Sebut Sebaran Tenaga Cadangan Kesehatan Masih Tidak Merata
Adapun untuk mempercepat pengadaan dokter, Kemenkes melaksanakan transformasi sistem kesehatan dengan enam pilar utama.
Keenam pilar tersebut, yaitu transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, Transformasi SDM Kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi SDM Kesehatan dalam pilar kelima ditengarai akan mendukung semua pilar yang ada.
Program unggulan transformasi SDM Kesehatan adalah meningkatkan pemberian beasiswa untuk penyediaan dokter spesialis, serta memberikan beasiswa dan fellowship untuk meningkatkan kompetensi spesialistik tenaga kesehatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.